Kuasa Hukum pasangan Mulyadi-Ali Mukhni, Veri Junaidi, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, yang disiarkan secara daring, mengatakan penetapan tersangka oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu yang terdiri atas Bawaslu, kepolisian dan kejaksaan itu merupakan proses penegakan hukum yang tidak adil serta dipaksakan.
Baca juga: Denny Indrayana berkeras sampaikan permohonan secara langsung ke MK
Ia menyebut proses penetapan tersangka terkesan terburu-buru dan dipaksakan, yakni lima hari sebelum pemungutan suara dan disebarkan secara masif melalui media massa.
Akibat penetapan tersangka itu, ia mendalilkan pemohon kehilangan dukungan dari calon pemilih dilihat dari penurunan elektabilitas secara tajam dibandingkan dengan hasil survei yang dilakukan sebelum penetapan sebagai tersangka.
"Penetapan pemohon sebagai tersangka tersebut, meskipun pada akhirnya dalam tahap penyidikan dinyatakan tidak cukup bukti, merupakan upaya terstruktur, sistematis dan masif dengan tujuan menggembosi dukungan pemilih terhadap pemohon," ujar Veri Junaidi.
Meski tidak memenuhi ambang batas pengajuan permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah, pemohon meminta agar Mahkamah Konstitusi tetap memeriksa dan memutus perkara tersebut.
Dalam sidang tersebut, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi juga menyetujui pasangan calon Mahyeldi-Audy Joinaldy menjadi pihak terkait dalam perkara itu.
Ada pun KPU Sumbar menetapkan pasangan calon nomor urut 1 Mulyadi-Ali Mukhni memperoleh 614.477 suara, pasangan calon nomor urut 2 Nasrul Abit-Indra Catri mendapat 679.069, pasangan calon nomor urut 3 Fakhrizal-Genius Umar memperoleh 220.893 dan pasangan calon nomor urut 4 Mahyeldi-Audy Joinaldy memperoleh 726.853 suara.
Baca juga: MK ungkap alasan sidang sengketa pilkada tak sepenuhnya daring
Baca juga: MK gelar sidang untuk 35 perkara sengketa pilkada
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021