Luapan salah satu sungai terbesar dan terpanjang di Kaltara telah menenggelamkan lebih dari 115 hektare sawah petani dan sekitar dua hektare kebun di Sembakung.
"Tidak tahu berapa kwintal padi yang bisa diselamatkan, yang jelas secara kualitas dan kuantitas sangat jauh menurun," tutur Murad, seorang petani saat ditemui ANTARA di Desa Atap.
Desa Atap adalah salah satu kawasan terparah terendam banjir Sembakung.
Bersama keluarganya, Murad menuai padi yang masih bisa terselematkan, sedangkan sebagian sudah rusak karena berminggu-minggu terendam banjir sejak 8 Januari 2021.
Sama seperti harapan dari 661 kepala keluarga (KK) atau 2.752 jiwa terdampak bencana, dan 553 KK rumah terendam banjir, ia juga berharap agar pihak terkait segera mengatasi akar masalah bencana itu.
Banjir di Sembakung dilaporkan tidak menelan korban jiwa tewas namun sempat melumpuhkan aktifitas warga. Selain ratusan rumah warga, banjir juga merendam sejumlah bangunan, antara lain masjid, posyandu, dan puskesmas pembantu.
Banjir di Sembakung diperkirakan kiriman dari Malaysia karena daerah aliran sungai (DAS) Sembakung ada di negeri jiran itu. Setiap tahun areal yang terendam banjir cenderung terus meluas, terbukti pada 2021 telah menenggelamkan delapan dari 10 desa di wilayah itu.
Menurut Murad, beberapa kali banjir sebelumnya tidak meluas hingga ke delapan desa, yakni Desa Atap, Desa Batas Bagu, Desa Labuk, Desa Pagar, Desa Tujung, Desa Manuk Bungkul, Desa Lubukan dan Desa Tagul. Hanya dua desa bebas banjir, yakni Desa Pelaju, dan Desa Tepian.
Puncak banjir antara 8 Januari sampai 17 Januari 2021. Namun, kondisi terkini kata Ketua Kampung Siaga Bencana (KSB) Sembakung Abdullah sudah mulai surut.
Tetapi, karena curah hujan masih tinggi memprediksi sewaktu-waktu banjir bisa terjadi lagi jika Sungai Sembakung kembali meluap.
Bencana banjir Sembakung 2021 cukup tinggi seperti terlihat di rumah penduduk Desa Atap yang ketinggiannya sekitar satu meter di dalam rumah warga.
Mande, salah seorang relawan Posko "Kampung Siaga Bencana" Sembakung menjelaskan bahwa banjir beberapa tahun lalu tidak mencapai ketinggian seperti itu.
Tim Peduli Banjir Sembakung 2021 yang diprakarsai LKBN ANTARA Kaltara usai menyerahkan donasi Sembako didampingi Mande meninjau lokasi yang masih terendam.
Meski banjir sudah mereda namun terlihat air masih menggenangi beberapa wilayah rendah, termasuk sawah petani di Desa Tagul.
Sedangkan beberapa warga tampak sibuk membersihkan lumpur dari dalam rumahnya.
Masalah klasik
Bagi warga Sembakung, banjir bukan persoalan baru namun "masalah klasik" karena sudah berulang-ulang terjadi.
"Tetapi jika disebut banjir sampai ke atap rumah itu tidak juga benar. Itu hanya joke karena di sini ada daerah bernama Desa Atap dan Desa Pagar. Jadi sering jadi bahan candaan bahwa banjir di Sembakung dari pagar hingga ke atap (rumah)," kata Mande.
Namun, ia juga membenarkan jika banjir Sembakung cenderung setiap tahun terus meluas.
Kian meluasnya setiap tahun banjir Sembakung menandakan kualitas lingkungan terus menurun.
Banjir Sembakung diperkirakan bukan hanya terkait aktifitas pembukaan lahan dan pembabatan hutan di wilayah Indonesia namun juga dipengaruhi kondisi lingkungan pada hulu DAS di Malaysia.
Sebagian kawasan di Malaysia telah menjadi perkebunan sawit, begitu pula di wilayah Indonesia. Di Kaltara memiliki empat sungai besar yang sering meluap jika curah dan intensitas hujan tinggi, yakni Sungai Sesayap, Sungai Sebuku, Sungai Kayan dan Sungai Sembakung.
Selain Sembakung, sebagian hulu DAS sungai besar ini juga berada di wilayah Malaysia.
Solusi Atasi Banjir
Salah satu solusi yang dianggap tepat adalah melakukan relokasi pemukiman di daerah rawan banjir.
Zulkifli, Camat Sembakung menjelaskan sudah mendata daerah rawan banjir dan pemukiman yang harus direlokasi.
Desa terdampak banjir di Kecamatan Sembakung pada 2021 berjumlah delapan desa, di hulu yaitu Sungai Sembakung meliputi Desa Butas Bagu, Desa Labuk, Desa Pagar dan Desa Tujung.
Desa-desa itu merupakan kampung lama yang sampai dengan sekarang masih ditempati warga.
Pada Desa Butas Bagu dan Desa Pagar sudah menempati perumahan relokasi bebas banjir yang dibangun pemerintah melalui dana pusat (APBN).
Penanganan Desa Labuk sudah dilakukan "land clearing" (istilah teknis pembangunan, proses pembersihan lahan sebelum dimulainya aktivitas penambangan/pembangunan dalam suatu proyek) untuk lahan perumahan relokasi bebas banjir.
Pembangunan di Desa Lubuk sudah diusulkan melalui APBN.
Penanganan Desa Tujung secara swadaya masyarakat sudah pindah ke lokasi pemukiman di wilayah desanya.
Pada Desa Manuk Bungkul --wilayah desa yang cukup parah terandam setiap banjir Sembakung -- Pemkab Nunukan masih masih mencari solusi untuk relokasi, pasalnya hampir 80 persen wilayah desanya rendah.
Juga butuh waktu, guna menyakinkan masyarakat agar mau pindah ke relokasi baru pada wilayah desa yang lebih tinggi.
Mengenai penanganan Desa Atap, tercatat ada dua RT yang mengalami rendaman sangat parah, yaitu RT 6 dan 7 (Tembelenu Salid).
Khusus dua RT di Desa Atap direkomendasikan agar dilakukan relokasi menyeluruh.
Tentunya masyarakat terus diberikan pemahaman secara terus menerus, dan yang tidak kalah penting adalah fasilitas perumahan layak huni harus segera diwujudkan di lahan Desa Atap yang lebih tinggi bebas banjir.
Di Desa Lubakan, warga sudah meninggalkan kampung lama secara mandiri karena memang sangat rawan banjir. Mereka sudah pindah dan bermukim sekitar Kanal Lubakan.
Terkait pemukiman baru ini, pemerintah perlu membuat proyek penguatan siring kanal sepanjang pemukiman warga lubakan.
Pertimbangan teknisnya, lokasi pemukiman merupakan lahan gambut yang setiap tahun pasti akan terjadi penurunan permukaan tanah.
Sedangkan penanganan Desa Tagul mengalami rendaman sangat parah setiap bencana banjir.
Desa Tagul ini hanya bisa diakses melalui jalur sungai sehingga diperlukan pembangunan jalan penghubung antardesa Lubakan dengan Tagul.
Menyinggung peran sejumlah perusahaan perkebunan dan perhutanan di Sembakung, menurut Zulkifli sejauh ini keperduliannya sudah cukup baik dan perlu ditingkatkan.
Tantangan dalam melakukan relokasi ini tidak semata masalah fisik dan teknis namun juga terkait faktor psikologis, historis (adanya makam leluhur), sosial, budaya dan ekonomis (mata pencarian dekat sungai).
Jadi agar efektif maka penanganan banjir Sembakung perlu keterpaduan pusat-daerah, lintas sektoral serta dukungan semua pemangku kepentingan (stakeholder).
Antisipasi penanganan banjir ke depan yang dalam konteks kewenangan kecamatan antara lain membentuk dan mengaktifkan Desa Tangguh Bencana ( Destana) dan Kampung Siaga Bencana di wilayah desa yang belum terbentuk.
Ke depan, melihat berbagai upaya daerah yang didukung pusat (APBN), maka tampak upaya mengantisipasi dan penangan banjir Sembakung sebenarnya cukup memberikan harapan.
Hal lain yang harus dilakukan tentunya terus meningkatkan kualitas lingkungan dengan memperketat perizinan dan pengawasan terhadap pembabatan hutan serta pembukaan lahan.
Selain itu, mengingat hulu DAS Sembakung adanya di Malaysia sehingga perlu keterlibatan pemerintah pusat, yakni guna membicarakan secara bilateral isu global dengan semangat bangsa serumpun.
Pewarta: Iskandar Zulkarnaen
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021