Dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris memberikan paparan utama terkait bagaimana pengalaman memimpin BPJS Kesehatan sejak persiapan hingga awal badan ini berdiri, dan sampai saat ini telah mengelola 83 persen jaminan kesehatan penduduk Indonesia dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat.
Fachmi juga menjelaskan tantangan para pimpinan jaminan sosial akan semakin besar di masa mendatang. Menurutnya ada empat hal utama yang harus dilakukan di antaranya tanggap terhadap kebutuhan peserta, membangun ekosistem bersama dengan para pemangku kepentingan, implementasi yang dilakukan secara bertahap dan disesuaikan dengan regulasi, kondisi sosial, budaya serta politik, serta pemanfaatan data untuk improvisasi atau pengembangan layanan.
Baca juga: Warga manfaatkan program JKN-KIS untuk operasi kandungan
“Tantangan terbesar saat ini, para pelaku jaminan sosial harus lebih tanggap pada kebutuhan konsumen di tengah keterbatasan ruang gerak masyarakat akibat pandemi COVID-19. Transformasi digital sudah tidak bisa terelakkan, apalagi struktur masyarakat sudah mulai didominasi oleh generasi digital atau generasi Y (milenial) dan generasi Z,” kata Fachmi Idris.
Fachmi menjelaskan pimpinan jaminan sosial juga harus mampu mendorong para pemangku kepentingan terkait dalam satu ekosistem digital. Dalam implementasi Program JKN-KIS ekosistem teknologi informasi secara alamiah terbentuk di tengah tantangan revolusi industri 4.0. Bahkan mulai terasa mengubah tatanan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.
“Berbagai layanan digital yang tumbuh di era JKN-KIS mendobrak dan mengubah cara berpikir masyarakat Indonesia sebagai negara berkembang dan lebih jauh membawa revolusi besar dalam tatanan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Terlebih di era pandemi Covid-19, berbagai layanan digital terus berkembang dan BPJS Kesehatan sendiri sudah melakukan digitalisasi dalam setiap bisnis proses layanan,” ujar Fachmi.
Fachmi mencontohkan dalam implementasi verifikasi klaim secara digital yang dilakukan BPJS Kesehatan berimbas pada efisiensi untuk tenaga verifikator. Menurut dia, pada awal implementasi resistensi tentu terjadi, namun butuh kepemimpinan yang kuat yang mampu mengubah pola pikir sampai program tersebut berhasil dilaksanakan sampai saat ini.
Baca juga: BPJS Ketenagakerjaan bagikan "corona safety kit"
Begitu pula dengan implementasi rujukan daring, antrean layanan secara daring, konsultasi dokter tanpa tatap muka, dan optimalisasi program promotif preventif secara daring. Di lingkup pemberian informasi dan administrasi kepesertaan juga dikembangkan pelayanan administrasi berbasis digital yang terus dikembangkan, seperti penggunaan aplikasi Mobile JKN, layanan administrasi melalui chat melalui CHIKA dan PANDAWA.
“Resistensi pasti ada apalagi Indonesia adalah negara berkembang. Dibutuhkan kepemimpinan yang andal, terbuka dan mampu berkolaborasi dan beradaptasi dengan baik untuk mewujudkan tantangan tersebut. Kini lebih jauh digitalisasi dan pemanfaatan data Program JKN-KIS juga dikembangkan untuk upaya penanganan pandemi COVID-19,” tambah Fachmi.
Simposium yang dihadiri oleh lebih dari 101 negara anggota dari ISSA dan diikuti lebih dari 700 partisipan merupakan simposium virtual terbesar dalam penyelenggaraan kegiatan ISSA yang diperuntukan bagi para pimpinan (CEO) dan senior manager program jaminan sosial negara-negara di dunia.
Tujuan diadakannya forum ini diharapkan dapat merumuskan bagaimana para penyelenggara jaminan sosial dunia dalam mengantisipasi perubahan yang terjadi di dunia dalam konteks kepemimpinan, sumber daya manusia dan inovasi (leadership, managing people and innovation) di era digitalisasi serta kondisi pandemi COVID-19 yang melanda seluruh dunia.
Baca juga: BPJS Kesehatan gandeng ISSA gelar webinar jaminan sosial
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021