Sidang pembajak film Keluarga Cemara karya rumah produksi Visinema Pictures dengan terdakwa Aditya Fernando warga Jambi digelar di Pengadilan Negeri Jambi, Kamis, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari rumah produksi.Tarif iklan sebesar Rp1,5 juta hingga Rp3,5 juta per iklan untuk durasi 30 hari.
Terdakwa Aditya Fernando membajakan film Keluarga Cemara yang didistribusikannya melalui website yang menyediakan layanan streaming film Duniafilm21.
Atas perbuatannya tersebut, website yang dikelola terdakwa dilaporkan oleh pihak Visinema. Terdakwa selaku pengelola harus berurusan dengan hukum.
Terdakwa Aditya duduk di kursi pesakitan karena perbuatannya. Visinema Pictures dirugikan secara materiel dan nonmateriel.
Manajer Distribusi PT Visinema Pictures Putro Mas Gunawan selaku pelapor memberikan kesaksian dalam sidang di Pengadilan Negeri Jambi.
Dalam kesaksiannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Arfan Yani, Putro menemukan puluhan situs streaming ilegal yang menayangkan film produksi Visinema, salah satunya adalah Duniafilm21.
Baca juga: Sidang lanjutan tersangka pembajakan film Visinema digelar di Jambi
"Awalnya ada yang memberi tahu kalau ada film dibajak. Kemudian saya googling (pencarian dengan mesin pencari Google). Setelah di-googling ditemukan puluhan website yang menayangkan film kami secara ilegal," kata Putro.
Dengan temuan itu, pihaknya melaporkan website-website itu kepada pihak kepolisian.
"Terkait terdakwa, saudara tahu kalau terdakwa memiliki situs ilegal? tanya penuntut umum Kejari Jambi Hariyono.
"Sebelumnya tidak tahu. Sekarang, setahu saya Duniafilm21. Diketahui dari penyidik," kata saksi.
"Film apa yang dibajak? tanya penuntut umum lagi.
"Keluarga Cemara," jawab saksi.
Akibat pembajakan itu, kata saksi, Visinema dirugikan secara materiel dan nonmateriel. Seharusnya, pihak ketiga yang ingin menayangkan film miliki Visinema harus izin dan kontrak.
"Berapa biasanya kontrak dengan pihak ketiga? tanya penuntut umum.
"Antara 200.000 sampai 500.000 dolar AS," jawab saksi.
Baca juga: "Keluarga Cemara 2" siap digarap 2021
Terkait dengan keuntungan yang didapatkan terdakwa, penuntut umum menanyakan apakah website yang dikelola terdakwa terdapat iklan atau tidak.
Saksi mengungkapkan saat melakukan pencarian menemukan iklan di website yang menanyangkan film milik Visinema.
Di penghujung sidang, hakim mengonfirmasi terkait dengan keterangan saksi kepada terdakwa.
"Keterangan saksi ini, benar, salah, atau tidak tahu? tanya hakim.
"Kurang tahu yang mulia," kata terdakwa yang tidak didampingi penasihat hukum.
Sidang ditunda hingga pekan depan, Kamis (4/2), dengan agenda mendengarkan keterangan saksi.
Sebelumnya, terdakwa Aditya Fernando Phasyah dilaporkan oleh pihak PT Visinema Pictures pada bulan April 2020 atas dugaan pidana pembajakan film Keluarga Cemara yang diproduksi Visinema.
Terdakwa Aditya ditangkap penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri pada tanggal 29 September 2020.
Aditya ditangkap di kawasan The Hok, Jambi Selatan, Kota Jambi, sedangkan rekan Robby Bhakti Pratama masih menjadi buronan hingga saat ini.
Penuntut umum Kejati Jambi Hariyono sebelumnya mendakwa Aditya melakukan perbuatan melawan hukum.
Terdakwa disebut memindahkan atau mentransfer informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik kepada sistem elektronik orang lain yang tidak berhak.
Baca juga: Adi Kurdi, pemeran Abah di "Keluarga Cemara" dalam kenangan
Terdakwa disebut mengunggah film bajakan melalui website http://95.217.177.179/, atau DUNIAFILM21. Terdakwa mengunggah ribuan film-film di platform tersebut. Salah satunya film produksi Visinema, Keluarga Cemara.
Dalam dakwaan penuntut umum disebutkan bahwa hal itu dilakukan terdakwa dengan tujuan mengambil keuntungan dari iklan yang didaftarkan pada platform tersebut.
Nama besar film Keluarga Cemara mampu menarik banyak pengunjung situs. Hal itu diharapkan mampu menarik iklan-iklan.
Dalam dakwaan itu disebutkan bahwa tarif iklan yang didaftarkan sebesar Rp1,5 juta hingga Rp3,5 juta per iklan untuk durasi 30 hari.
Terdakwa mendapat keuntungan dari iklan tersebut, kemudian dibagi rata dengan Robby yang masih buron.
Saat penangkapan, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya adalah buku tabungan yang digunakan terdakwa untuk bertransaksi, kartu ATM, flashdisk, laptop, perangkat komputer, dan handphone.
Terdakwa Aditye didakwa dengan Pasal 32 Ayat (2) juncto Pasal 48 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 19/2016 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pewarta: Nanang Mairiadi
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021