"Sampai usia dua tahun memang diperlukan makanan cair. Kalau sudah mendapatkan ASI sampai dua tahun, kenapa ribut-ribut usia dua tahun ke atas perlu diberi susu formula?," tutur dia di sela "Peluncuran Dokumen Bahaya Terselubung Makanan Ultra Proses" via daring, Jumat.
Menurut Utami, susu formula mengandung gula tinggi sehingga ketimbang menambahkan susu formula, ibu bisa tetap memberikan ASI pada anak mereka apabila masih memungkinkan.
Hasil temuan dari Helen Keller Indonesia (HKI) setelah menganalisis 100 susu pertumbuhan yang beredar di Indonesia pada Januari 2017-Mei 2019 memperlihatkan sebanyak 98 persen susu pertumbuhan mengandung satu atau lebih gula tambahan atau pemanis.
Baca juga: Manfaat ganti daging merah dengan telur dan susu bagi jantung
Baca juga: Jenis-jenis susu nabati dan manfaatnya
Sukrosa, laktosa, turunan madu, fruktooligosakarida, galaktooligosakarida, dan sirup glukosa padat merupakan enam jenis gula yang paling umum ditambahkan pada susu pertumbuhan dan ditambahkan pada hampir seperempat sampai tiga perempat dari produk tersebut.
Lebih dari tiga perempat atau 77 persen susu pertumbuhan mengandung sukrosa. Bahkan, kebanyakan susu pertumbuhan mengandung antara 1-10 gula tambahan untuk menambah rasa manis pada produk dan rata-rata mengandung 5 gula tambahan yang berbeda.
Susu pertumbuhan mengacu pada susu batita dan produk serupa lainnya yang ditujukan untuk anak usia 1-3 tahun meliputi minuman (baik dalam bentuk cair maupun bubuk untuk dilarutkan) yang berbahan dasar susu sapi, dengan atau tanpa modifikasi komposisi atau kandungan protein dan suplementasi asam lemak, mikronutrien atau zat lain yang berpotensi memberikan efek gizi, seperti probiotik, prebiotik atau simbiotik.
"Susu pertumbuhan beredar di Indonesia berdasarkan Model Nutrient Profiling dari Food Standars Agency (FFA) Inggris termasuk kategori tidak sehat dengan kandungan gula tinggi," kata dr. Dian Nurcahyati Hadihardjono dari HKI.
Dian menyarankan Anda membiasakan membaca label kemasan termasuk produk susu. Apabila memang memerlukan susu, carilah produk yang kandungannya semata susu tanpa tambahan lain.
Kemudian, senada dengan Utami, dia tak memandang anak yang sudah bisa mengonsumsi makanan keluarga perlu mendapatkan asupan susu.
"Ketika manusia sudah masuk usia bisa mengonsumsi makanan keluarga, maka susu sama seperti sumber kelompok protein hewani lainnya. Kalau liat panduan Kemenkes, 'Isi Piringku', sudah ada pedoman berapa porsi lauk atau protein yang dibutuhkan setiap kali makan," tutur dia.
Lebih lanjut, walau tak menganjurkan, Utami tak berarti melarang Anda memberi susu pada anak-anak. Dia berkata, "Susu bukan tidak boleh tapi tidak perlu. Tidak saban hari, saban minggu, sekali-sekali saja."
Baca juga: Kepala BKKBN: ASI eksklusif mencegah anak stunting
Baca juga: Anak berpeluang tumbuh tinggi meski punya genetik tubuh mungil
Baca juga: Anak lebih berisiko alergi susu protein sapi, jangan remehkan
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021