"Jenuh ini bisa juga dikarenakan masyarakat menilai penanganan pandemi tidak signifikan, kasus terus bertambah," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Sementara itu, lanjutnya, masyarakat tetap ingin beraktivitas dan melakukan kegiatan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Baca juga: Vaksinasi COVID-19 harus perhatikan skenario protokol kesehatan
Selain itu, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unand tersebut menilai pemerintah belum bisa menemukan strategi yang komprehensif dalam menangani pandemi COVID-19.
Sebagai contoh, masalah pelacakan kasus. Seharusnya, pelacakan tersebut lebih tertuju kepada orang yang menjadi suspek.
Namun, selama ini pelacakan dinilainya masih kurang tepat sasaran. Bahkan, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sendiri mengakui kepada perhimpunan ahli epidemiologi sudah cukup sering dites usap, padahal ia bukan suspek.
"Aturan tes usap tersebut dilakukan karena akan menghadap presiden," katanya.
Ia mengatakan para tenaga laboratorium berpandangan cara tersebut sama saja mubazir. Namun, karena sebuah aturan, tes usap wajib dilakukan meskipun bukan suspek.
Baca juga: Ahli Epidemiologi: Perubahan perilaku kunci hadapi normal baru
Baca juga: Pandemi berakhir bila masyarakat disiplin terapkan protokol kesehatan
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia, Provinsi Sumatera Barat tersebut mengatakan banyak hal yang perlu dievaluasi, salah satunya terkait penelusuran kontak. "Artinya, perlu mendalami orang-orang yang betul-betul kontak erat," ujar dia.
Dengan demikian, orang-orang yang dilacak tersebut bisa betul-betul memutus mata rantai penularan COVID-19. "Ke depan, itu akan menjadi salah satu masukan bagi pemerintah," ujarnya.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021