"Ini penting dilakukan agar semua aspek yang dikerjakan betul-betul berjalan secara baik dan benar," kata Kepala Divisi Formalitas SKK Migas Didik S. Setiyadi, saat dihubungi Antara melalui telepon selularnya di Jakarta, Sabtu.
Menurut Didik, di tengah masyarakat Maluku memang ada kekhawatiran tentang dampak lingkungan maupun sosial ekonomi yang dapat timbul ketika Lapangan Gas Abadi Blok Masela di Kepulauan Tanimbar kelak beroperasi.
Namun kekhawatiran itu, kata dia, tidak perlu berlebihan, karena kajian/analisis untuk mendapatkan persetujuan AMDAL itu melibatkan banyak pihak yang berkompeten dan ahli di bidangnya.
"Kami tau ada demo dan kekhawatiran-kekhawatiran seperti nelayan yang nanti tidak bisa melaut, ada juga yang khawatir soal bakal timbulnya masalah dalam pembebasan lahan untuk kilang darat, dan sebagainya. Tetapi itu tidak akan terjadi, karena semua sudah ada dalam kajian, tinggal bagaimana semua pihak mengawal proses untuk persetujuan AMDAL itu terlaksana dengan baik dan benar," katanya.
Baca juga: Pupuk Indonesia siap bangun pabrik petrokimia di wilayah Blok Masela
Didik lebih jauh menyatakan industri hulu Migas bukanlah hal baru, dan sudah lama ada di Indonesia. Karena itu, bangsa Indonesia sudah cukup berpengalaman dalam menangani industri ini, baik yang dilaksanakan di laut (offshore) maupun darat (onshore).
"Untuk itu, tidak perlu ada kekhawatiran yang berlebihan terhadap aspek lingkungan hidup maupun lingkungan sosial akibat dilaksanakannya kegiatan di Blok Masela," katanya.
Didik menambahkan, ajakan untuk masyarakat Maluku secara bersama melakukan pengawalan proses persetujuan AMDAL itu sudah ia paparkan pula dalam diskusi virtual yang diadakan oleh Pengurus Besar Pergerakan Pelajar Maluku (PB-PPM) dengan tema Peran SKK Migas dalam Pengembangan Blok Masela dan Antisipasi Covid-19, pekan lalu.
Ia menjelaskan bahwa kajian/analisis mengenai dampak lingkungan bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan dampak yang ditimbulkan, baik dampak ekologis maupun dampak sosial sehingga dapat disusun rencana pengelolaan dan pengendalian dampak-dampak tersebut.
“Yang terlibat dalam proses AMDAL ini adalah para ahli yang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidangnya masing-masing. Mereka juga memiliki integritas yang tinggi dalam melakukan penilaian dan kajian. Untuk itu, marilah kita kawal bersama-sama agar amdal untuk kegiatan pengembangan lapangan Abadi blok Masela ini hasilnya baik serta komprehensif, sehingga proyek pengembangannya nanti dapat bermanfaat bagi bangsa dan Negara Indonesia pada umumnya, serta masyarakat Maluku khususnya di sekitar daerah operasi lapangan Abadi, tidak saja dari segi ekonomi, tapi juga dari aspek sosial dan lingkungan ekologisnya,” katanya.
Prinsip keadilan
Selain menyoroti aspek lingkungan, Didik menjelaskan bahwa kekayaan alam minyak dan gas bumi di Indonesia tersebar cukup merata di hampir seluruh wilayah NKRI.
“Kita punya lapangan-lapangan migas aktif di Natuna. Kita punya produksi minyak terbesar di Jawa Timur di Blok Cepu Bojonegoro, Blok Rokan di Riau. Untuk gas kita punya Lapagan Tangguh di Papua Barat, Blok Mahakam di Kalimantan Timur, Blok Corridor di Sumatera Selatan, ada juga Tomori di Sulawesi Tengah,” katanya.
Untuk itu, lanjut dia, janganlah kita mudah terprovokasi oleh pikiran-pikiran sempit sehingga kita merasa bahwa hanya daerah kita sendiri yang sangat kaya raya dengan kekayaan alam, sedangkan orang lain dari luar itu akan mencuri kekayaan alam kita. Hal itu tidaklah benar. Yang benar adalah bahwa kekayaan alam migas yang dimiliki secara merata di berbagai daerah di Indonesia adalah kekayaan kita bersama, untuk kemanfaatan seluruh rakyat Indonesia.
Baca juga: SKK Migas- INPEX tuntaskan "metocean service visit" Proyek LNG Masela
Didik juga menyebutkan bahwa angka-angka yang dirilis oleh BP Statistical Review tahun 2020 untuk menggambarkan bahwa dari volume cadangan minyak dan gas bumi terbukti, Indonesia tidaklah termasuk dalam negara-negara yang memiliki cadangan terbesar. Karena itu kerja sama dengan pihak asing untuk memanfaatkan kekayaan alam minyak dan gas bumi Indonesia akan berlangsung dengan prinsip fairness (keadilan), dan tidak didasari oleh keinginan asing untuk menguasai kekayaan alam bangsa Indonesia sebagaimana sering dikhawatirkan oleh sekelompok orang tertentu.
Sementara itu, Ahli Hukum Lingkungan Universitas Pattimura Ambon, Dr. La Ode Angga, S.H., M.H, mengemukakan bahwa migas atau tambang minyak merupakan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa. Rahmat itu diberikan kepada bangsa Indonesia untuk dikelola dengan bijaksana.
"Ada yang berpendapat tambang tidak perlu dikelola karena ada khawatir dampak buruk terutama limbah yang dihasilkan. Saya kira itu persepsi keliru. Tambang harus dikelola, tetapi pengelolaan tambang, termasuk migas Blok Masela, harus bijaksana,” ujarnya kepada Antara di Ambon, Sabtu.
La Ode Angga menegaskan sudah ada konsep tambang berkelanjutan atau pertambangan hijau, dimana pengelolaan tambang termasuk Blok Masela harus menegakkan prinsip-prinsip dasar, yakni azas keberlanjutan dan azas kehati-hatian.
Sebagai implementasi dari prinsip berkelanjutan dan prinsip kehati-hatian, maka sebelum dilakukan pengelolaan tambang di Blok Masela, harus ada AMDAL, Izin Lingkungan, dan Kajian Lingkungan Strategis.
“Ini untuk mengetahui daya tampung dan dampak lingkungan apabila nantinya pengelolaan migas itu dilakukan. Yang tidak kalah penting, harus ada yang disebut dengan audit lingkungan hidup, dan yang paling terakhir ada yang disebut dengan pengawasan dan evaluasi dari Pemerintah Pusat. Jadi apa yang dikatakan dengan pengawasan dan evaluasi itu harus ada dan harus betul-betul berjalan dengan baik,” tegasnya.
Ia percaya setiap anak Maluku ingin mengetahui bagaimana kebijakan pengelolaan Blok Masela kedepan baik dari pemerintah pusat maupun provinsi. sehingga setiap elemen masyarakat termasuk para pemuda, pelajar dan mahasiswa Maluku dapat memantau dan mengawal pengembangannya dengan baik.
Pewarta: John Nikita S
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021