Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) menyoroti Dermaga 6 Pelabuhan Merak yang masih dimonopoli oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) sehingga pelayanannya dinilai kurang maksimal sebagai dermaga eksekutif.
Ketua Dewan Penasihat DPP Gapasdap Bambang Haryo Soekartono dalam keterangannya di Jakarta, Senin, mengatakan Dermaga 6 seharusnya tidak boleh dimonopoli oleh satu perusahaan penyeberangan karena dermaga itu dibangun menggunakan anggaran negara.
Selain itu, sarana dan prasananya harus benar-benar memenuhi standar pelayanan kelas eksekutif.
Selama ini, lanjut dia, Dermaga 6 hanya dilayani oleh kapal-kapal PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), padahal ada beberapa operator lain yang memiliki kapal-kapal terbaik dan sering mendapatkan penghargaan pelayanan prima dari Kementerian Perhubungan.
“Semua operator kapal yang memenuhi standar eksekutif seharusnya diberikan tempat di Dermaga 6. Publik berhak mendapatkan pelayanan terbaik karena dermaga itu dibangun dengan uang negara dari pajak rakyat,” katanya.
Baca juga: Gapasdap: Pelayaran jarak pendek picu gesekan dengan penyeberangan
Dia mengatakan Dermaga 6 dibangun menggunakan dana APBN tahun 2012 dan PMN (Penyertaan Modal Negara) Rp1 triliun pada 2016-2017 yang diajukan ASDP melalui DPR RI.
“Saat menjadi anggota Komisi VI DPR, saya mendukung percepatan pembangunan dermaga itu karena sejalan dengan program Presiden Joko Widodo di sektor maritim,” kata anggota DPR RI periode 2014-2019 itu.
Ia ikut mendesak Menteri Keuangan saat itu (Bambang Brojonegoro) agar mempercepat pencairan PMN supaya Dermaga 6 dan Dermaga 7 Pelabuhan Merak segara direalisasikan oleh ASDP.
Selain tidak boleh dimonopoli, Bambang berpendapat, Dermaga 6 harus menjadi ikon sebagai dermaga eksekutif yang pelayanannya tentu harus lebih baik dibandingkan dengan dermaga reguler, terutama dari sisi kapasitas angkut (ukuran kapal), kecepatan, kenyamanan, dan keselamatan.
Untuk menjamin kapasitas angkut, ia mengatakan ukuran kapal harus besar yakni minimal panjang 150 meter.
“Panjang kapal di sana harusnya minimal 160-180 meter atau sesuai dengan ukuran kade yang disiapkan, karena dermaga di Bakauheni bisa 200 meter. Sementara dermaga lain di bawah 150 meter,” katanya.
Dia menjelaskan, Dermaga 6 tidak terkendala oleh ukuran kapal karena tidak sandar di dolpin atau tiang pancang, tetapi di kade dermaga. Kapal ukuran berapapun bisa sandar, hanya bergantung pada kedalaman laut.
Namun, data menunjukkan kapal-kapal yang sandar di Dermaga 6 mayoritas panjang 110 meter, bahkan ada yang panjangnya cuma 80-an meter.
Dari sisi kecepatan, lanjut Bambang, kapal yang melayani Dermaga 6 harus di atas 15 knot sehingga masyarakat benar-benar merasakan percepatan penyeberangan.
Pada kenyataannya, ia menyebutkan kapal-kapal di dermaga itu rata-rata jauh di bawah 15 knot atau di bawah standar kecepatan kapal eksekutif.
Dalam hal kenyamanan, fasilitas kapal juga dinilai harus berbeda dari kapal regular, misalnya tersedia lift atau eskalator ke geladak, kamar kelas eksekutif dan fasilitas VIP lainnya.
“Jadi, bukan hanya prasarana atau dermaganya yang kelas eksekutif, kapal-kapalnya juga harus benar-benar memenuhi standar eksekutif. Kapal-kapalnya harus yang terbaik, jangan kapal-kapal unyil (kecil) dan tua, apalagi sering rusak seperti KMP Portlink 3 yang sempat rusak hingga setahun. Berikan kesempatan kepada kapal-kapal lain yang sering mendapatkan penghargaan dari Kemenhub sebagai reward. Saya sudah sampaikan hal ini ke Dirjen Perhubungan Darat,” ungkapnya.
Baca juga: Pengusaha minta pemerintah evaluasi penyeberangan Lombok-Banyuwangi
Selain itu, lanjut Bambang Haryo, tingkat keselamatan kapal eksekutif harus lebih mumpuni, misalnya SDM kapal terlatih dan profesional, serta peralatan kapal lengkap dan di atas standar kapal reguler.
Dengan demikian, masyarakat betul-betul bisa merasakan pelayanan kelas eksekutif sesuai harga tiket yang mereka beli dan menikmati manfaat dari hasil pajak yang mereka bayarkan untuk membangun dermaga tersebut.
“Karena itu, Pemerintah terutama Kemenhub harus tegas dan segera memberesi masalah ini, sebab pelayanan yang tidak memenuhi standar dan praktik monopoli di dermaga itu berpotensi melanggar UU Konsunen dan UU Persaingan Usaha Tidak Sehat,” katanya.
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021