Pelibatan epidemiolog jangan hanya sebatas dalam penyusunan kebijakan.
Anggota Komisi IX DPR RI M. Yahya Zaini menyebutkan kolaborasi pemerintah dengan epidemiolog dalam menyusun kebijakan pencegahan kasus COVID-19 akan berdampak positif memaksimalkan penanganan pandemi.
Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI ini mendukung setiap ikhtiar untuk memperbaiki penanganan COVID-19, termasuk keterlibatan epidemiolog.
"Keterlibatan epidemiolog dalam merumuskan kebijakan penanganan COVID-19 merupakan langkah maju dan membawa optimisme," kata Yahya di Jakarta, Rabu, .
Selain epidemiolog, menurut Yahya, sebaiknya pemerintah juga melibatkan organisasi profesi kedokteran, seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam menyusun kebijakan.
Baca juga: China akan sediakan 10 juta dosis vaksin COVID untuk insiatif COVAX
Baca juga: China akan sediakan 10 juta dosis vaksin COVID untuk insiatif COVAX
Selain aspek keilmuan, organisasi profesi punya sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam penanganan COVID-19 di berbagai fasilitas kesehatan.
Yahya menjelaskan bahwa pelibatan epidemiolog jangan hanya sebatas dalam penyusunan kebijakan. Mereka harus hadir dalam pelaksanaan dan pengawasan.
Hal itu, kata dia, supaya kebijakan yang sudah disusun benar-benar bisa dilaksanakan, dipantau, serta dievaluasi.
"Guna mencari solusi jika ada masalah di lapangan. Misalnya, apakah pelaksanaan testing dan tracing secara epidemologi atau tidak," ucapnya.
Yahya mengatakan bahwa keterlibatan dan partisipasi semua pihak, para ahli, organisasi profesi, tokoh-tokoh masyarakat, dan tokoh agama sangat penting dalam penanganan pandemi ini.
Semua pihak bisa ambil bagian dalam setiap usaha mengurangi penyebaran COVID-19 sesuai dengan kemampuan masing-masing.
"Misalnya, dalam sosialisasi dan edukasi gerakan 3M dan vaksinasi, peran tokoh masyarakat, dan tokoh agama sangat penting," katanya.
Baca juga: GSK-CureVac kerja sama kembangkan vaksin COVID generasi mendatang
Baca juga: GSK-CureVac kerja sama kembangkan vaksin COVID generasi mendatang
Menyinggung soal hasil survei menunjukkan bahwa masih ada sekitar 30 persen masyarakat yang menolak divaksin, Yahya menduga hal itu karena sosialisasi dan edukasi belum berjalan optimal.
"Bagaimana meyakinkan warga masyarakat supaya mau divaksin? Tokoh masyarakat dan tokoh agama harus dilibatkan, terutama di lapisan masyarakat bawah, apalagi untuk menangkal atau mengimbangi berita-berita hoaks di media sosial," ujarnya.
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo mengatakan bahwa kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang berjalan sejak bulan lalu tidak efektif menahan laju penambahan kasus positif COVID-19.
Menurut dia, mobilitas masyarakat masih tinggi sehingga di beberapa provinsi kasus COVID-19 tetap naik.
Jokowi meminta Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk mengajak epidemiolog merancang kebijakan penanganan COVID-19.
Jubir Luhut Jodi Mahardi mengatakan bahwa pertemuan Luhut dengan epidemiolog akan dilakukan dalam waktu dekat.
Baca juga: Epidemiolog: Hindari mobilitas tinggi setelah terima vaksin COVID-19
Baca juga: Epidemiolog: Hindari mobilitas tinggi setelah terima vaksin COVID-19
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021