• Beranda
  • Berita
  • Kebijakan terkait sertifikat tanah elektronik perlu sosialisasi masif

Kebijakan terkait sertifikat tanah elektronik perlu sosialisasi masif

4 Februari 2021 07:30 WIB
Kebijakan terkait sertifikat tanah elektronik perlu sosialisasi masif
Anggota Komisi II DPR RI Surahman Hidayat. ANTARA/HO-Humas Fraksi PKS

banyak distorsi informasi dari kebijakan tersebut, karena memang tidak ada penjelasan yang cukup terkait tujuan dan bagaimana kebijakan ini diterapkan

Anggota Komisi II DPR RI Surahman Hidayat menyatakan bahwa kebijakan baru terkait sertifikat elektronik di bidang pertanahan perlu sosialisasi masif kepada masyarakat agar tidak ada kesalahpahaman dalam implementasinya.

"Saya mendapat banyak pertanyaan dari masyarakat di dapil saya tentang kebijakan baru terkait penarikan sertifikat untuk disatukan pada buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada Kantor Pertanahan sebagaimana tertuang pada Pasal 16 ayat (3) dan (4) ATR/BPN No.1 Tahun 2021," kata Surahman dalam rilis di Jakarta, Kamis.

Surahman menjelaskan bahwa di dalam Pasal 16 ayat (3) berbunyi, "Kepala Kantor Pertanahan menarik Sertipikat untuk disatukan dengan buku tanah dan disimpan menjadi warkah pada Kantor Pertanahan".

Kemudian pada Pasal 16 ayat (4) disebutkan bahwa "Seluruh warkah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan alih media (scan) dan disimpan pada Pangkalan Data".

“Masyarakat mendapatkan informasi bahwa buku sertifikat tanah yang mereka miliki sekarang akan ditarik dan digantikan dengan sertifikat elektronik. Mereka bingung dengan implikasi dari pergantian bentuk sertifikat tanah menjadi sertifikat elektronik dan bagaimana proses pergantian akan dilakukan. Apakah akan dilakukan secara gratis atau berbayar. Banyak pertanyaan," katanya.

Menurut dia, banyak distorsi informasi dari kebijakan tersebut, karena memang tidak ada penjelasan yang cukup terkait tujuan dan bagaimana kebijakan ini diterapkan.

Ia berpendapat bahwa sosialisasi Permen ATR/BPN No 1 Tahun 2021 seharusnya sudah dilakukan dalam tahap perumusan, sehingga ketika kebijakan ditetapkan tidak menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat.

“Secara teori seharusnya sertifikat tanah elektronik akan lebih sulit untuk dipalsukan dibandingkan dengan sertifikat yang berbentuk buku dan akan memudahkan transaksi jual beli karena lebih mudah mengidentifikasi keaslian sertifikat tanah," kata Surahman.

Namun, lanjutnya, dalam pelaksanaannya akan sulit khususnya di daerah pedesaan, karena akses jaringan informasi dan pemahaman masyarakat terkait teknologi belum memadai, oleh karenanya sosialisasi kebijakan ini menjadi sangat penting.

Sebelumnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menjelaskan pelaksanaan pergantian sertifikat dari bentuk fisik menjadi elektronik (sertifikat-el) akan dilakukan secara bertahap.

Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang Kementerian ATR Dwi Purnama mengatakan saat ini terdapat lebih dari 70 juta bidang tanah yang terdaftar. Rencananya pelaksanaan pergantian sertifikat akan dipertimbangkan berdasarkan penunjukan daerah.

Selain itu, rencana pergantian sertifikat elektronik pada instansi pemerintah juga diprioritaskan karena kemudahan penyimpanan data.

"Bisa prioritas instansi pemerintah karena instansi pemerintah lebih mudah menyimpan data elektronik," kata Dwi Purnama.

Dwi menjelaskan setelah instansi pemerintah, pergantian sertifikat-el tahap berikutnya akan dilaksanakan oleh badan hukum karena peralatan dan pemahaman elektronik yang dinilai lebih siap.

Ada pun pelaksanaan pergantian sertifikat ini dilakukan menyusul Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertipikat Elektronik yang telah terbit pada awal tahun ini.

Baca juga: Kementerian ATR/BPN: Sertifikat tanah elektronik dilaksanakan bertahap
Baca juga: Indef: Sertifikat tanah elektronik mudahkan verifikasi lahan pertanian

 

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021