• Beranda
  • Berita
  • Satgas: Kalimantan Barat dan Riau layak jadi acuan penanganan COVID-19

Satgas: Kalimantan Barat dan Riau layak jadi acuan penanganan COVID-19

5 Februari 2021 09:03 WIB
Satgas: Kalimantan Barat dan Riau layak jadi acuan penanganan COVID-19
Dokumentasi - Juru Bicara Satgas COVID-19 Prof Wiku Adisasmito memberikan keterangan pers perkembangan penanganan COVID-19 di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (2/2/2021). ANTARA/Tim Komunikasi Komite Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan Pemulihan Ekonomi Nasional/pri.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 mengemukakan Provinsi Kalimantan Barat dan Riau layak menjadi acuan bagi daerah lain karena memiliki zona kuning atau risiko rendah penularan COVID-19 yang mendominasi.

"Kami telah mengidentifikasi dengan pemerintah setempat untuk dapat mengidentifikasi upaya penanganan apa yang dilakukan di provinsi tersebut sehingga penularan dapat ditekan dengan baik," kata Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Prof Wiku Adisasmito dalam keterangan pers yang diterima ANTARA, Jakarta, Jumat.

Saat ini, Kalimantan Barat memiliki total 10 kabupaten/kota zona kuning atau 71 persen dari total kabupaten/kotanya, sementara zona oranye atau risiko sedang terdapat di empat kabupaten/kota.

Upaya khusus yang dilakukan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat adalah menjaga semua titik masuk ibu kota Pontianak, dengan koordinasi yang intensif antara satgas dan Dinas Kesehatan Kalimantan Barat, baik di titik bandara dan pelabuhan laut.

Pemerintah setempat juga menyiapkan swab PCR dan fasilitas karantina mandiri melalui unit pelatihan kesehatan yang fokus pada penjagaan kesehatan dan asupan gizi yang baik agar imunitas warga meningkat.

Kemudian, kata Wiku, penegakan disiplin protokol kesehatan juga dilakukan secara masif di wilayah itu.

Sementara Riau, katanya, memiliki delapan kabupaten/kota zona kuning atau 67 persen dari total kabupaten/kotanya.

Upaya penanganan yang dilakukan pemerintah setempat adalah penguatan pelacakan (tracing) dan penelusuran kontak erat, yang tidak hanya dilakukan pada keluarga, tetapi juga pada orang-orang yang berinteraksi dalam aktivitas selama 10-14 hari terakhir.

Meskipun kapasitas pengujian (testing) masih rendah, menurut Wiku, namun upaya dialihkan menjadi edukasi masif untuk isolasi mandiri selama 14 hari pada kontak erat.

Penyediaan tempat tidur tambahan pada ruang isolasi dan intensive care unit (ICU) rumah sakit rujukan juga menjadi pendorong peningkatan angka kesembuhan.

Selain itu, protokol kesehatan ditegakkan lebih serius dengan dibentuknya peraturan daerah tingkat provinsi sebagai payung hukum bagi 12 kabupaten/kota di Riau, untuk menegakkan protokol kesehatan dengan ketat.

"Kami harap apa yang dilakukan oleh kedua provinsi ini dapat menjadi contoh dan motivasi bagi provinsi lainnya agar meningkatkan penanganan semaksimal mungkin. Berlomba-lombalah untuk menekan penularan sehingga zonasi risikonya dapat berpindah menjadi zona kuning dan hijau," ujar Wiku.

Wiku menuturkan peta zonasi risiko merupakan salah satu bentuk kategorisasi tingkat penularan pada sebaran kabupaten/kota. Peta itu memudahkan untuk melihat risiko penularan pada masing-masing daerah di Indonesia.

Berdasarkan perkembangan terkini, warna yang mendominasi peta zonasi risiko penularan COVID-19 di Indonesia masih zona oranye atau risiko sedang, yang terdapat di 322 kabupaten/kota atau 63 persen dari total kabupaten/kota.

"Hal ini perlu menjadi perhatian seluruh pemerintah daerah dan masyarakat, penting untuk segera melakukan perbaikan," tutur Wiku.

Untuk itu, dia mendorong seluruh pemerintah daerah untuk meningkatkan upaya penanganan COVID-19 dalam rangka menekan laju penularan pandemik itu di masing-masing daerah.

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021