Seperti kita ketahui kebijakan nonfiskal seperti saat ini yang sedang dikaji seperti potongan harga listrik dan gas, semua intensif diupayakan oleh pemerintah karena ingin industri dalam negeri bisa menekan biaya produksi
Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Fridy Juwono mendukung masa kredit Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diperpanjang, terlebih di tengah pandemi COVID-19 yang belum berakhir guna menjaga iklim investasi.
“Seperti kita ketahui kebijakan nonfiskal seperti saat ini yang sedang dikaji seperti potongan harga listrik dan gas, semua intensif diupayakan oleh pemerintah karena ingin industri dalam negeri bisa menekan biaya produksi. Dengan begitu, diharapkan bisa menghasilkan produk yang bersaing dengan negara lain," kata Fridy lewat keterangannya diterima di Jakarta, Selasa.
Fridy menyampaikan pandemi membuat situasi perekonomian sangat berat, sehingga Kemenperin berusaha semaksimal mungkin memberikan apa yang dibutuhkan oleh pengusaha.
Baca juga: Menkeu petakan sektor usaha akan tumbuh setelah pandemi COVID-19
Terkait PPN, dia akan membicarakan di internal Kemenperin terlebih dahulu. Namun dia mengakui untuk PPN sebaiknya diberikan waktu yang cukup seperti dua kali masa tenggang, atau kira-kira di atas 10 tahun.
Diketahui Ketua Umum Asosiasi Industri Olefin Aromatik Plastik Indonesia (INAPLAS) Suhat Miyarso mengungkapkan kekhawatirannya dengan mega proyek petrokimia akan berisiko menanggung biaya modal tinggi akibat masa kredit PPN di Indonesia yang relatif terlalu pendek dan akan berpotensi menyebabkan investasi tersebut dipindahkan ke negara lain dengan sistem PPN yang lebih ramah terhadap investasi.
“Selain hambatan dari situasi pandemi, mega proyek tersebut juga berpotensi terkendala oleh regulasi masa kredit PPN Indonesia yang terlampau pendek masa kredit PPN tersebut menyebabkan mayoritas mega proyek petrokimia tidak dapat mengkreditkan PPN Masukan (Input Tax) terhadap belanja modal (Capital Expenditure/CAPEX), yang justru banyak dibelanjakan mendekati akhir masa konstruksi,” kata Suhat.
Baca juga: Produksi industri petrokimia diharapkan berbasis energi terbarukan
Suhat menyampaikan dalam situasi normal konfigurasi mega investasi petrokimia terintegrasi yang begitu kompleks memerlukan waktu konstruksi antara lima hingga delapan tahun.
Akibat dampak pandemi COVID-19, masa konstruksi diperkirakan lebih lama karena mobilisasi ribuan pekerja konstruksi dalam satu wilayah yang sama tidak sesuai dengan protokol keselamatan.
“Pandemi juga menyebabkan rencana Final Investment Decision (FID) dari beberapa mega proyek tersebut mundur akibat shock yang terjadi pada industri petrokimia,” tukas Suhat.
Baca juga: Industri petrokimia usulkan sistem PPN yang ramah investasi
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021