"Pemerintah provinsi adalah perpanjangan tangan pusat, karena itu mengikuti apa yang digariskan oleh SKB tiga menteri. Namun, karena tidak ada larangan, sosialisasi penggunaan jilbab bagi siswi Muslim tetap boleh," katanya di Padang, Kamis.
Ia mengatakan jika merujuk akar persoalan yang menyebabkan SKB tiga menteri itu keluar sebenarnya adalah masalah aturan sekolah. Aturan itu bisa dievaluasi dalam lingkup kecil sekolah itu sendiri atau jika tidak terselesaikan di tingkat pemerintah daerah.
Pemprov Sumbar, menurutnya, sudah merespon dengan sangat cepat persoalan itu. Menurunkan tim untuk investigasi dan berkomitmen untuk mengubah aturan yang mewajibkan penggunaan jilbab bagi siswi non Muslim itu.
Baca juga: Negara penjamin kebebasan beragama dalam utopia masyarakat Indonesia
Baca juga: P2G khawatir SKB terkait seragam sekolah tidak akan implementatif
Persoalannya sebenarnya sudah selesai sampai di sana. Tetapi entah bagaimana persoalan itu terus viral hingga menjadi persoalan nasional.
Menurutnya, dengan total jumlah penduduk muslim 97,3 persen, sumbar sejak dulu tetap bisa menjaga kerukunan antar umat beragama. Namun, ada beberapa kasus yang diviralkan seakan sebuah persoalan besar, gesekan antar agama, padahal tidak.
"Ini menjadi salah satu PR bagi pemimpin Sumbar selanjutnya untuk tetap menjaga kerukunan umat beragama di Sumbar," katanya.
Sebelumnya Ketua Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Wilayah Sumbar Pendeta Titus Wadu menyebut persoalan penggunaan jilbab di SMKN 2 Padang itu sebenarnya bisa diselesaikan secara musyawarah. Dengan cara persuasif yang selama ini sudah berjalan baik di Sumbar.
"Saya sudah 31 tahun di Sumbar dan menjadi saksi bahwa kerukunan umat beragama di sini berjalan baik," katanya.*
Baca juga: Mendagri : SKB Seragam untuk jaga eksistensi ideologi bernegara
Pewarta: Miko Elfisha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021