• Beranda
  • Berita
  • Fahri: Demokrasi belum dijadikan tradisi berpikir dalam bernegara

Fahri: Demokrasi belum dijadikan tradisi berpikir dalam bernegara

12 Februari 2021 08:48 WIB
Fahri: Demokrasi belum dijadikan tradisi berpikir dalam bernegara
Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 Fahri Hamzah berjalan usai mengikuti Upacara Penganugerahan Tanda Kehormatan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/8/2020). Negara menganugerahkan Tanda Kehormatan Bintang Mahaputera Nararya kepada Fahri Hamzah yang disematkan oleh Presiden Joko Widodo. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/wsj.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah, menyebutkan, hingga kini dalam pelaksanaan demokrasi masih terasa berjarak dengan pelaku politik maupun masyarakat karena demokrasi belum dijadikan sebagai tradisi berpikir dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
 
"Sedangkan bangsa kita ini masih mengedepankan perasaan. Demokrasi masih belum terbentuk sebagai kekayaan gagasan universal kehidupan suatu bangsa," ucap Fahri dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.
 
Oleh karena itu, lanjut Fahri dalam webinar nasional yang diadakan Moya Institute bertajuk Partai Politik dan Tantangan Demokrasi Terkini, Kamis malam (11/2) sudah saatnya Indonesia ke depan meningkatkan lagi inovasi agar makin lebih baik lagi dalam melihat masalah yang terjadi.
 
Juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Faldo maldini mengatakan, seharusnya politikus dapat memberikan solusi terhadap segala masalah yang hadir di tengah masyarakat.
"Aktivitas politik itu lahirkan proses politik. Yang kemudian memunculkan aktor-aktor politik dan mampu secepatnya selesaikan persoalan di masyarakat," ujar Faldo.
 
Menurut dia, sudah waktunya partai politik dapat mencontoh ke pengembang teknologi supaya mampu melahirkan produk aplikasi yang diterima serta bermanfaat bagi masyarakat.
 
Pembicara lainnya, Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) Djayadi Hanan memaparkan, data pada Februari 2020 lalu tingkat ketidakpuasan masyarakat Indonesia terhadap demokrasi sangat tinggi.
 
Menurut Djayadi, bila sebagian saja demokrasi telah dipandang buruk oleh masyarakat, maka sudah sepatutnya dianggap secara keseluruhan.
 
Faktor tersebut, kata Djayadi, disebabkan partai politik dalam aktivitasnya lebih banyak ke ranah negara ketimbang masyarakat. Padahal partai politik dalam fungsinya haruslah berimbang antara negara dan masyarakat.
 
"Partai politik lebih asyik urusan ke negara, dengan mainan-mainannya sehingga lupa dengan tuntutan masyarakat. Aspirasi masyarakat belum jadi pertimbangan utama," kata Djayadi.
 
Sementara itu, pengamat politik internasional sekaligus mantan Diplomat senior, Imron Cotan, menyampaikan, agar mulai kini partai politik benar-benar dapat menjadikan Pancasila sebagai landasan aktivitasnya.
 
Imron meyakini, jika partai politik konsisten berdasarkan Pancasila dalam marwahnya, maka akan mampu menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang unggul dan mencetak generasi emas tahun 2045.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021