• Beranda
  • Berita
  • Dokter bilang "long" COVID bukan COVID-19 yang masih terjadi

Dokter bilang "long" COVID bukan COVID-19 yang masih terjadi

12 Februari 2021 13:24 WIB
Dokter bilang "long" COVID bukan COVID-19 yang masih terjadi
Ilustrasi pasien COVID-19 (Pixabay)
Dokter spesialis paru lulusan Universitas Brawijaya Sylvia Sagita Siahaan mengatakan, long COVID bukanlah COVID-19 yang masih terjadi melainkan keluhan pasca pasien sembuh.

"Mereka (dengan long COVID) terus ada keluhan dan ternyata paling banyak dirasakan dari paru seperti sesak, batuk. Di organ lain termasuk jantung, berhubungan dengan sel saraf, gangguan penciuman, kelainan otak seperti sering linglung, lupa dan cenderung seperti depresi," kata dia dalam bincang interaktif yang digelar INSISI, Kamis (11/2) malam.

Keluhan ini umumnya dialami mereka yang terkena COVID-19 gejala sedang dan berat atau kritis. Durasi keluhan bisa berbulan-bulan meskipun hasil pemeriksaan klinis menunjukkan kondisi pasien sudah normal.

Baca juga: Sakit tenggorokan dan mengigil perlu curiga COVID-19

Baca juga: Gejala COVID-19 masih intai para penyintas setelah 6 bulan


"Ada pasien saya post (COVID-19) dari ICU, masih muda. Sudah selesai terkena COVID-19 dia merasa takut bersepeda, apalagi kalau sendirian. Takut tidak bisa pada trek menanjak, cemas tiba-tiba sesak. Padahal secara pemeriksaan tidak apa-apa," tutur Sylvia.

Kriteria seseorang dinyatakan sembuh dari COVID-19 saat hasil tes PCR menunjukkan dua kali negatif dalam jangka waktu lebih dari 24 jam. Jadi, apabila dua hasil tes PCR sudah menyatakan negatif barulah dia disebut sembuh, terutama apabila disertai perbaikan dari hasil pemeriksaan klinis seperti rontgen ataupun laboratorium.

Menurut Sylvia, penyintas COVID-19 yang kembali menjalani perawatan karena merasakan gejala penyakit akibat virus SARS-CoV-2 kemungkinan mengalami long COVID bukannya reinfeksi yang kasusnya relatif jarang.

"Yang penting kalau sudah melawati masa akut COVID-19, sudah ada konversi swab atau sempat negatif dengan perbaikan klinis, saya rasa dia sudah sembuh. Secara teori memang virus hanya 10 hari ada di dalam tubuh, hanya di satu sisi penyakit ini baru masih banyak yang harus kita pelajari," tutur dia.

Perbaikan gejala yang merupakan sisa kerusakan akibat COVID-19 biasanya membutuhkan waktu. Orang perlu menyesuaikan kondisi diri saat akan melakukan aktivitas atau dengan kata lain tak memaksakan diri.

Pakar kesehatan dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (PERKI), Vito A. Damay mengingatkan penyitas COVID-19 sembari menunggu gejala pulih tetap memberikan tubuh asupan makanan bergizi seimbang, termasuk protein dan zat miko.

"Asupan gizi dipenuhi, makan protein yang banyak supaya pembentukan sel kembali baik, konsumsi zinc, antioksidan, vitamin E untuk pemulihan," ujar dia.

Baca juga: Dokter RSA UGM jelaskan potensi gejala COVID-19 pada lidah

Baca juga: Hilang penciuman gara-gara COVID-19, harus apa?

Baca juga: Pasien COVID-19 bergejala ringan butuh vitamin sampai antivirus?

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2021