"Kami ingin tetap ada revisi UU Pemilu Nomor 7/2017 dengan UU Pilkada Nomor 10/2016, serta berharap juga pada 2022 dan 2023 tetap ada Pilkada," kata dia, seusai acara pelantikan pengurus DPW PKS Sumatera Selatan, di Palembang, Senin.
Menurut dia, revisi UU Pemilu perlu dilanjutkan untuk memperbaiki penyelenggaraan pesta demokrasi rakyat ke depan agar lebih baik.
Baca juga: PKB: Spekulatif hubungkan penghentian revisi UU Pemilu-Pilkada DKI
Revisi UU Pemilu yang sekarang ini bergulir di DPR, rencananya akan menyatukan dua aturan pemilu yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada.
Dalam rencana revisi UU Nomor 10/2016, Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan. Pilkada dijadwalkan digelar pada 2024 serentak dengan penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilihan presiden.
Pada 17 April 2019 Indonesia menggelar Pemilu Legislatif di tingkat kabupaten/kota hingga nasional, DPD, dan Pemilu Presiden pada hari yang sama. Ada lima kertas suara bagi seorang pemilih saat itu. Proses penghitungan suara di tingkat TPS juga sangat marathon hingga berhari-hari.
Baca juga: Riza Patria: Kebijakan Pilkada serentak 2024 sesuai UU
Meskipun partai politik itu setuju revisi UU Pemilu, namun Pilkada perlu tetap dilakukan pada 2022 dan 2023 sesuai dengan jadwal semestinya untuk mengurangi penumpukan beban pelaksanaan Pemilu/Pilkada legislatif dan eksekutif pada 2024.
Dengan Pilkada diselenggarakan sesuai dengan jadwal semestinya, proses peneyelenggaraan pemungutan suara dengan rakyat sebagai aktor utamanya tidak menumpuk pada 2024.
Baca juga: F-NasDem: Pilkada Serentak 2024 sebabkan hak publik terabaikan
"Untuk melakukan revisi UU Pemilu dan Pilkada tetap ada pada 2022 dan 2023, kami akan melakukan lobi-lobi politik," ujarnya.
Sementara Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, pada kesempatan itu menambahkan, jika Pilkada tidak dilakukan sesuai jadwal semestinya, kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022 dan 2023 akan diisi pelaksana tugas (plt).
"Untuk mencari plt kepala daerah bukanlah sesuatu yang mudah, karena harus sesuai dengan keinginan masyarakat," kata dia.
Baca juga: Undang-undang yang berubah akibat putusan MK
Pewarta: Yudi Abdullah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021