Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan, kajian yang dilakukan bursa terkait hal tersebut tentunya selain melihat permintaan dari industri, regulator juga melihat "best practice" beberapa bursa efek dan perusahaan yang tercatat di luar negeri yang dapat menerapkan MVS dalam struktur saham mereka sebagai bentuk perlindungan atas ide maupun visi perusahaan secara jangka panjang.
"Tentunya dalam kajian kami apabila dapat diterapkan di Indonesia, maka kami senantiasa terus melakukan benchmark dengan best practice dengan tetap memperhatikan aspek-aspek perlindungan investor publik," ujar Nyoman di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Terkait rencana IPO, BEI intensif lakukan komunikasi dengan unicorn RI
Nyoman menuturkan, Dual-Class Shares (DCS) berbeda dengan Dual Listing dan juga berbeda dengan Special Purpose Acquisition Company (SPAC).
DCS merupakan suatu struktur permodalan saham kelas ganda yang melibatkan paling sedikit dua klasifikasi saham berbeda. Saat ini kajian yang BEI lakukan adalah untuk melihat potensi penerapan DCS dengan struktur Multiple Voting Share (MVS) di Indonesia. MVS adalah suatu jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap lembar sahamnya.
Penerapan MVS di beberapa negara rata-rata mengatur maksimal rasio antara saham dengan hak suara adalah 1:10 (1 saham memiliki 10 hak suara). Berbeda dengan saham biasa yang hanya memiliki satu hak suara untuk tiap lembar sahamnya atau disebut Ordinary Share.
"Secara best practice di beberapa bursa global, penerapan DCS dengan klasifikasi MVS biasanya hanya akan dipegang oleh para founder yang bertindak sekaligus menjadi manajemen perusahaan atau pihak kunci yang dapat memastikan keberlangsungan visi atau inovasi perusahaan dalam jangka panjang," kata Nyoman.
Baca juga: BEI: Kinerja saham teknologi jadi yang terbaik sejak awal tahun
Selain itu, dalam penerapan MVS di beberapa bursa global, akhir-akhir ini didominasi untuk digunakan oleh perusahaan di sektor teknologi yang berbasis inovasi dan dapat memberikan efek berganda terhadap perekonomian nasional. Contoh perusahaan yang sudah tercatat di luar negeri yang telah menerapkan MVS adalah Google, SEA Group (Parent entity dari Shopee), dan Alibaba.
Sementara itu, Dual Listing merupakan praktek di mana perusahaan dapat memperjualbelikan sahamnya tidak hanya di satu bursa. Contohnya saat ini adalah Telkom yang saat ini tercatat sahamnya di Indonesia dan juga mencatatkan American Depositary Receipt (ADR) di NYSE
Sedangkan Special Purpose Acquisition Company (SPAC) secara garis besar merupakan sebuah perusahaan yang didirikan secara khusus untuk menggalang dana melalui penawaran umum perdana saham atau IPO dengan tujuan melakukan merger, akuisisi, atau pembelian saham perusahaan terhadap satu atau lebih perusahaan.
Pasca aksi merger atau akuisisi selesai, maka perusahaan target akan menjadi perusahaan terbuka dan tercatat di bursa tempat SPAC tercatat. Untuk saat ini praktik SPAC sudah umum dilaksanakan di beberapa bursa utama dunia, salah satunya di Amerika Serikat.
Salah satu contoh transaksi IPO SPAC di Amerika serikat adalah Social Capital Hedosophia (IPOA) yang telah berhasil melakukan IPO pada 2017 dan melakukan merger dengan perusahaan targetnya (yang merupakan perusahaan tertutup) yaitu Virgin Galactic pada 2019. Saat ini Virgin Galactic telah menjadi perusahaan tercatat di NYSE dengan kode saham SPCE.
Sebelumnya, dalam menyambut perusahaan unicorn agar dapat mencatatkan sahamnya di BEI, dari segi pencatatan BEI telah mengambil langkah terhadap perubahan dan kebutuhan pasar dan telah mempertimbangkan hasil perbandingan ke bursa-bursa global.
Salah satunya yaitu BEI sudah melakukan kajian hukum dan berdiskusi dengan otoritas dan pemangku kepentingan terkait potensi penerapan "Dual Class Shares" dengan skema "Multiple Voting Shares" di Tanah Air.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021