Dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, yang disiarkan secara daring, Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan KPU Muna telah melakukan verifikasi dokumen persyaratan pencalonan.
Kemudian Bawaslu Muna juga menerima laporan terkait masalah identitas itu dan melakukan kajian dengan hasil tidak ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum karena selisih perolehan suara antara La Ode M. Rajiun Tumada-La Pili dan La Ode Muhammad Rusman Emba-Bachrun melebih ambang batas dua persen.
Baca juga: 30 perkara sengketa hasil pilkada kandas di MK
Baca juga: MK tolak gugatan sengketa hasil Pilkada Bengkulu yang diajukan Agusrin
"Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, Mahkamah berpendapat terhadap permohonan itu tidak terdapat alasan untuk menyimpangi ketentuan Pasal 158 UU 10/2016 yang berkaitan dengan kedudukan hukum pemohon sebagai syarat formil dalam mengajukan permohonan," ujar Saldi Isra.
Untuk itu, permohonan itu dinilai tidak beralasan menurut hukum dan diputus tidak dapat diterima oleh Mahkamah Konstitusi.
Dalam permohonannya, pemohon menilai pilkada Kabupaten Muna Tahun 2020 cacat hukum karena pergantian nama La Ode Muhammad Rusman Emba. Pemohon mendalilkan nama yang dituliskan dalam dokumen surat tanda tamat belajar (STTB) SMA dari SMAN 1 Raha adalah La Ode Muhammad Rusman Untung, tetapi dalam dokumen lainnya, seperti KTP, tertulis La Ode Muhammad Rusman Emba.
Menurut pemohon, perubahan resmi nama tersebut baru diketahui setelah adanya putusan Pengadilan Negeri Raha Nomor 20/Pdt.P/2020/PNRah yang ditetapkan pada tanggal 24 September 2020 atau satu hari setelah SK KPU Muna tentang penetapan pasangan calon nomor urut 1 ditetapkan.
Baca juga: Perkara sengketa hasil Pilkada Medan gugur
Pewarta: Dyah Dwi Astuti
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021