Menurut para aktivis, pemulangan itu dapat mengancam nyawa para pengungsi.
Malaysia minggu lalu dilaporkan telah menyetujui pemulangan 1.200 warga Myanmar setelah junta militer, yang saat ini berkuasa pascakudeta awal Februari 2021, menawarkan akan mengirim kapal Angkatan Laut untuk menjemput para pengungsi pulang.
Meskipun Malaysia tidak masuk dalam daftar negara yang menandatangani Konvensi untuk Pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, pemerintah negara itu sebelumnya berjanji tidak akan memulangkan para Muslim Rohingya dan orang-orang yang telah ditetapkan sebagai pengungsi oleh Komisi Tinggi Pengungsi PBB (UNHCR).
Namun, rencana pemulangan itu terus membuat banyak pihak khawatir, terlebih saat UNHCR dilarang mewawancarai orang-orang yang ditahan lebih dari satu tahun di Malaysia. Karena itu, komisi PBB itu tidak bisa melakukan verifikasi dan mendaftar mereka.
Ketua organisasi yang mewakili pengungsi dari komunitas Muslim di Chin, Myanmar, mengatakan para pencari suaka yang saat ini ditahan atau keluarganya langsung menelepon atau mengirim pesan saat mereka mendengar rencana deportasi tersebut.
"Mereka tidak ingin kembali ke Myanmar," kata Thu Zar Moung, pendiri sekaligus ketua Myanmar Muslim Refugee Comunity. Dari total 85 Muslim asal Myanmar yang ditahan, beberapa di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. Kelompok itu mengaku ada beberapa dari mereka yang akan dipulangkan ke Myanmar.
Moung mengatakan lembaganya mewakili komunitas Muslim Myanmar di Malaysia.
"Hidup mereka terancam dan dalam bahaya saat mereka menempuh perjalanan dari Malaysia ke Myanmar," kata dia.
James Bawi Thang Bik dari the Aliansi Pengungsi Chin, mengatakan kantornya telah menerima telepon dari sembilan pencari suaka bahwa mereka akan segera dideportasi.
Komunitas pengungsi, baik dari kelompok Rohingya atau etnis Chin, kerap datang ke Malaysia setelah lari menyelamatkan diri dari konflik senjata atau persekusi di kampung halamannya.
Departemen Keimigrasian UNHCR telah menerima laporan terkait masalah itu, tetapi pihaknya belum dapat memastikan kabar tersebut.
"Kami sangat prihatin terhadap keputusan Pemerintah Malaysia. Tiap orang yang membutuhkan pelindungan dari komunitas internasional tidak boleh dikembalikan ke dalam situasi yang mengancam kebebasan dan nyawa dirinya," kata Yante Ismail, juru bicara UNHCR Malaysia.
Sementara itu, Amnesty International meminta UNHCR segera melakukan kontak dengan mereka yang akan dideportasi.
"Ketika Pemerintah Malaysia tidak memberi akses untuk UNHCR selama 1,5 tahun, maka itu hanya akan mengancam nyawa pengungsi dan pencari suaka," kata Direktur UNHCR untuk Malaysia, Katrina Maliamauv.
Sumber: Reuters
Baca juga: Puluhan orang Rohingya tertangkap saat tiba dengan perahu di Malaysia
Baca juga: PBB sebut Malaysia larang UNHCR bertemu pengungsi, pencari suaka
Baca juga: Amnesty International minta Malaysia tidak cambuk pengungsi Rohingya
Indonesia desak Myanmar selesaikan akar masalah pengungsi Rohingya
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tia Mutiasari
Copyright © ANTARA 2021