Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mendukung target pemerintah untuk menurunkan prevalensi merokok anak yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024.Konkretnya kalau kita menjual rokok, posisinya ada di depan kasir supaya kelihatan oleh penjual, sehingga mudah mendeteksi siapa yang membeli rokok. Kedua, yang menggunakan baju sekolah tidak akan kita layani....
Ketua Umum DPP Aprindo Roy N. Mandey mengatakan dukungan tersebut salah satunya diwujudkan dengan ikut serta dalam mengamankan rokok supaya tidak dikonsumsi oleh anak-anak di bawah usia 18 tahun, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
"Konkretnya kalau kita menjual rokok, posisinya ada di depan kasir supaya kelihatan oleh penjual, sehingga mudah mendeteksi siapa yang membeli rokok. Kedua, yang menggunakan baju sekolah tidak akan kita layani. Dan ketiga, kami bekerja sama dengan perusahaan rokok untuk bersama-sama menyosialisasikan bahaya rokok," ujar Roy melalui keterangan di Jakarta, Jumat.
Baca juga: Kebijakan cukai tembakau dinilai tak optimal turunkan perokok anak
Roy menuturkan peritel selalu diajak dan diingatkan oleh asosiasi untuk membatasi bahkan melarang pembeli di bawah usia 18 tahun.
Aprindo melalui peritel modern siap mengenakan sanksi tegas apabila terdapat oknum yang melanggar ketentuan sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah.
"Masing-masing peritel telah melakukan briefing kepada para pekerja seperti kasir maupun SPG. Akan mudah terdeteksi melalui pantauan CCTV. Sanksinya tegas mulai dari skors, potong gaji, hingga pemutusan hubungan kerja (PHK)," kata Roy.
Baca juga: IDI minta media publikasikan hubungan rokok dan COVID-19
Menurut Roy, semua pihak telah mengikuti dan menandatangani peraturan kerja, sehingga jika ada yang melanggar ketentuan maka akan dikenakan sanksi. Hal itu juga konsisten dilakukan dengan memberikan pengarahan setiap minggu, pembaruan informasi dan peraturan terbaru.
Roy menegaskan bahwa gerakan cegah perokok anak dapat dilakukan secara kontinyu sehingga lebih optimal, realistis dan konkret.
"Kami ingin ini lebih kelihatan dan rata dilakukan di semua daerah dengan melakukan koordinasi dan pembinaan kepada pelapak atau pasar untuk tidak menjual rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun," ujar Roy.
Baca juga: BPS Sulut sebut rokok masih pengaruhi angka kemiskinan
Untuk itu, Aprindo mengusulkan gerakan bersama untuk melakukan langkah-langkah konkret terhadap bagaimana melarang, bukan hanya mencegah.
"Kalau mencegah ya belum tentu melarang. Ini bagaimana mencegah dan melarang anak-anak itu membeli rokok atau mengambil rokok," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Roy, dibutuhkan kerja sama yang berkesinambungan antara pemerintah pusat dengan daerah, kementerian dan lembaga terkait, akademisi, serta pelaku usaha.
"Kita perlu melakukan inisiasi-inisiasi karena ini bagian dari menguatkan generasi yang sehat, menyelamatkan generasi bangsa. Karena anak ini kan generasi penerus bangsa kan," kata Roy.
Pada saat ini, kebiasaan merokok tidak hanya menjadi masalah pada orang dewasa, namun juga semakin marak pada kalangan anak dan remaja. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan prevalensi merokok pada populasi usia 10-18 tahun yakni sebesar 1,9 persen dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.
Sementara itu, pemerintah melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan memperkirakan produksi rokok akan turun hingga 3,3 persen tahun ini setelah pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata tertimbang sebesar 12,5 persen pada 1 Februari 2021.
BKF memprediksi angka prevalensi merokok dewasa akan turun menjadi 32,3 hingga 32,4 persen dan anak-anak hingga remaja turun menjadi 8,8 hingga 8,9 persen. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020-2024, angka prevalensi merokok anak ditargetkan mencapai 8,7 persen pada 2024.
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2021