Permohonan izin penggunaan vaksin berdosis tunggal yang dikembangkan CanSino Biologics Inc telah diterima regulator obat-obatan China di Beijing, Rabu, sementara metode vaksin subunit protein yang dikembangkan Sinopharm bersiap memasuki tahap uji coba klinis.Pengembangan vaksin inaktif butuh waktu beberapa bulan dan produksinya harus dilakukan di laboratorium dengan keamanan biologi level III.
Badan Produk Medis China (NMPA) diperkirakan tidak lama lagi mengeluarkan izin penggunaan secara terbatas pada vaksin yang dikembangkan oleh CanSino bersama Chen Wei, seorang peneliti dari Akademi Ilmu Pengetahuan Medis Militer (AMMS), itu.
Kalau sudah mendapat persetujuan dari regulator, maka China telah memiliki tiga vaksin yang dikembangkan oleh tiga perusahaan berbeda, yakni Sinopharm, Sinovac, dan CanSino, demikian komentar sejumlah media yang dirangkum ANTARA Beijing.
Baca juga: Maroko: Vaksin COVID Sinopharm China efektif pada kaum lansia
Baca juga: Bantuan 600.000 dosis vaksin COVID-19 dari China tiba di Kamboja
Berbeda dengan vaksin Sinopharm dan Sinovac yang sudah diekspor ke lebih dari 30 negara dengan menggunakan metode inaktif dan penyuntikannya harus dua dosis, vaksin CanSino yang sudah diuji coba sejak tahun lalu itu cukup satu dosis.
Di tengah meningkatnya permintaan vaksin inaktif buatan China, Sinopharm siap melakukan uji coba vaksin subunit di dalam negeri.
Berbeda dengan vaksin inaktif yang mengandung sel utuh dari komponen patogen hidup, vaksin subunit protein hanya mengandung sebagian komponen patogen namun mampu merangsang pembentukan kekebalan tubuh.
Vaksin subunit protein lebih bagus dibandingkan vaksin inaktif dan lebih mudah diproduksi secara massal, demikian pemimpin perusahaan Sinopharm Liu Jingzhen.
Vaksin subunit yang dikembangkan Sinopharm bersama Zhifei Longcom Biopharmaceutical Co dan Institut Mikrobiologi Akademi Ilmu Pengetahuan China (IMCAS) itu telah memasuki tahap ketiga uji klinis di Pakistan dengan melibatkan 10.000 orang, sekitar 30 persen di antaranya kalangan orang tua.
Novavax, perusahaan farmasi asal Amerika Serikat, telah mengembangkan vaksin dengan metode subunit protein tersebut dan dilaporkan tingkat efikasi pada uji klinis tahap ketiga di Inggris telah mencapai 89,3 persen.
"Pengembangan vaksin inaktif butuh waktu beberapa bulan dan produksinya harus dilakukan di laboratorium dengan keamanan biologi level III. Sementara vaksin subunit protein lebih mudah dan lebih realistik daripada metode mRNA dan teknik vektor adenovirus dalam penggunaannya," kata Zhuang Shilihe, ahli vaksin dari Guangzhou.
Baca juga: Ratusan warga Makau terima vaksin buatan China
Baca juga: 37 pasien COVID-19 di China sembuh, satu masih kritis
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021