Presiden Direktur UOB Indonesia Hendra Gunawan mengatakan Indonesia akan menghadapi tantangan untuk segera beralih ke energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan sebelum terjadinya krisis energi fosil. Untuk itu, harus ada upaya agar transisi penggunaan energi baru terbarukan lebih merata.
“Ada beberapa upaya yang bisa dilakukan seperti, pemerataan infrastruktur dan teknologi pendukung hingga kemampuan sumberdaya manusia. Lalu, kami juga memiliki panduan kerangka kerja pembiayaan berkelanjutan ke pebisnis untuk mulai model operasional sesuai aspek berkelanjutan,” ujarnya dalam webinar UOB Editor Media Circle bertajuk Menilik Peran Lembaga Keuangan Menuju Penerapan Smart City di Jakarta, Rabu.
Baca juga: Dirjen ESDM: PLTS opsi terbaik kejar bauran EBT dan elektrifikasi
Dirjen Energi BaruTerbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah Indonesia memiliki target untuk akselerasi bauran energi baru terbarukan menjadi 23 persen pada 2025 dan 31 persen pada 2050. Sampai 2019, bauran energi baru dan terbarukan di Indonesia baru mencapai 9,15 persen.
Target keberlanjutan yang dikejar, lanjutnya, bukan sekedar kebersihan secara visual, tetapi membuat lingkungan bersih sesuai The Paris Agreement, yakni emisi karbon harus diturunkan sebesar 880 juta ton pada 2030.
"Kami mendapatkan jatah untuk turunkan karbon sebesar 340 juta ton. Nantinya, skema penurunan terbesar 75 persen dari energi terbarukan, sedangkan sisannya dari konservasi energi dengan menggunakan gas yang lebih ramah lingkungan ketimbang minyak,” ujarnya.
Selanjutnya, penurunan emisi karbon bisa dilakukan dengan membangun smart city, sebuah skema kota yang berkelanjutan. Komponennya antara lain mulai transportasi, penggunaan energi yang lebih hemat, bangunan ramah lingkungan, sampai pengelolaan sampah dan jasa lainnya.
Baca juga: RUU Energi Baru dan Terbarukan diharapkan tidak jadi regulasi mati
Adapun skema energi baru terbarukan yang paling sesuai dengan konsep smart city adalah pembangkit listrik tenaga surya rooftop, tambahnya, namun dalam pengembangannya, membutuhkan insentif pembiayaan dari lembaga keuangan.
GM Sales Marketing dan BD TML Energy Annisa Khaerani mengatakan, konsep sustainability yang paling sesuai adalah tenaga surya rooftop dan kunci untuk membangun kota berkelanjutan itu adalah pembiayaan dari bank.
"Saat ini, pembiayaan di sektor ramah lingkungan untuk swasta bisa dibilang masih cukup jarang. Kebanyakan pembiayaan untuk tenaga surya itu lebih ke proyek pemerintah. Di sini, UOB Indonesia menjadi salah satu pionir yang membukajalan untuk pembiayaan tenaga surya ke sektor swasta,” ujarnya.
CEO PT Selaras Daya Utama Fendi Lim mengungkapkan, perseroan memiliki proyek di satu lokasi dengan kapasitas dari 4 megawatt hingga 7 megawatt. Pertumbuhan penggunaan tenaga surya rooftop itu bisa terealisasi karena adanya pembiayaan ramah lingkungan seperti dari UOB.
“Tanpa adanya pembiayaan, perusahaan cenderung kesulitan untuk investasi energi baru terbarukan di awal. Awalnya, pembiayaan untuk energi ramah lingkungan itu hanyauntuk industri, tetapi pembiayaan bagi UOB membuka jalan ekspansi ke residensial. Soalnya, sejauh ini, pembiayaan residensial menjadi market energi baru dan terbarukan yang belum bergerak,” ujarnya
Head of Corporate Banking UOB Edwin Kadir mengatakan perseroan menerbitkan kerangka pembiayaan kota berkelanjutan yang isinya untuk mendorong bauran energi baru terbarukan lewat penggunaan tenaga surya, panas bumi, bangunan dan transportasi ramah lingkungan, efisiensi air, pengelolaan sampah, hingga infrastruktur untuk ketahanan ekosistem dan perubahan iklim.
“Potensi dari proyek pembiayaan ramah lingkungan ini sangat besar jika melihat target pemerintah menuju Green Energy sebesar 2.940 Megawatt. Program kami ini selaras dengan langkah yang diambil pemerintah maupun asosiasi,” ujarnya.
Edwin menjelaskan salah satu program UOB untuk pembiayaan berkelanjutan residensial adalah pembiayaan kartu kredit dengan bunga 0 persen untuk nasabah yang mulai menggunakan produk pembangkit listrik tenaga atap, program itu bernama U-Solar.
Investasi untuk beralih ke listrik tenaga surya, tambahnya, bisa menjadi lebih rendah dengan program U-Solar karena nasabah akan mendapatkan bebas bunga hingga tenor 24 bulan.
Pewarta: Subagyo
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021