"Banyak masyarakat yang menilai bahwa produsen atau perusahaan punya kontribusi paling vital, dan ini diungkapkan atas dasar hambatan yang mereka alami selama ini. Sebagian besar merasa 'terpaksa' memilih plastik sekali pakai karena hanya membeli apa yang disediakan oleh produsen," kata peneliti Greenpeace Indonesia Afifah Rahmi Andini dalam diskusi virtual, dipantau dari Jakarta, Kamis.
Baca juga: Survei temukan mayoritas warga paham dampak plastik ke lingkungan
Baca juga: Greenpeace sebut langit biru tidak jamin bebas polusi udara
Survei perilaku masyarakat terhadap sampah plastik itu dilakukan terhadap 623 orang yang berasal dari Jakarta, Medan dan Makassar dengan metode survei online dan wawancara via telepon dalam periode 30 Oktober sampai 8 November 2020.
Ketika ditanya perihal pihak yang bertanggung jawab untuk mengurangi kemasan plastik sekali pakai, 55 persen responden menjawab distributor atau produsen sebagai pihak yang paling berperan. Selain itu, 23 persen menganggap masyarakat harus bertanggung jawab dan 22 persen memilih pemerintah.
Survei itu juga menemukan hampir 90 persen dari total responden setuju perusahaan harus bertanggung jawab dalam mengurangi kemasan plastik dan beralih ke kemasan non-plastik.
"Sebetulnya bila industri bisa menyediakan alternatif selain plastik dan lebih ramah lingkungan, mudah dan murah digunakan, mereka pasti dengan sendiri akan mengikuti, sehingga publik juga berharap perusahaan turut mengambil perannya dalam mengurangi plastik," katanya.
Baca juga: Greenpeace: Bioplastik tidak akan hilangkan masalah sampah plastik
Baca juga: YLKI dan Greenpeace sesalkan penggunaan kemasan galon sekali pakai
Dalam kesempatan tersebut, Teti Armiati Argo dari SDGs Network Institut Teknologi Bandung (ITB) mengaku memang diperlukan inovasi untuk produk ramah lingkungan dengan harga tidak menjulang. Sebab, dari sisi konsumen masih ada kecenderungan akan mau terlibat dalam perubahan perilaku kalau mendapatkan alternatif dengan nilai setara, bahkan lebih murah.
"Di dalam benak konsumen belum terlihat upaya bahwa untuk peduli lingkungan barangkali bayarannya bisa jadi lebih tinggi. Tetapi, yang kita bisa nikmati sebetulnya di luar produk itu sendiri, yaitu udara bersih dan tidak melihat sampah berserakan," kata akademisi di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB itu.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021