• Beranda
  • Berita
  • Peneliti sebut kebijakan HET tidak efektif tekan harga beras konsumen

Peneliti sebut kebijakan HET tidak efektif tekan harga beras konsumen

25 Februari 2021 21:17 WIB
Peneliti sebut kebijakan HET tidak efektif tekan harga beras konsumen
Dokumentasi - Petani memanen padi di Rajeg, Kabupaten Tangerang, Banten, Senin (13/4/2020). Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) memperkirakan produksi pertanian akan turun 1,64 hingga 6,2 persen akibat terganggunya rantai pasokan seiring adanya pengurangan aktivitas sosial akibat wabah COVID-19. ANTARA FOTO/Fauzan/hp.

Harga beras di pasar ritel Indonesia secara konsisten selalu di atas HET

Kepala Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) tidak efektif dalam menekan harga beras di tingkat konsumen.

Felippa menjelaskan pada kenyataannya, harga beras selalu lebih tinggi dari HET yang diterapkan sejak September 2017 tersebut. Harga beras di pasar ritel Indonesia secara konsisten selalu di atas HET.

"Kesenjangan antara HET dan harga pasar akan merugikan para pelaku usaha. Kalau pelaku usaha dipaksa untuk mengikuti harga HET dengan menekan margin, dikhawatirkan tidak ada pelaku pasar yang akan menjual beras domestik," kata Felippa dalam webinar yang diselenggarakan CIPS secara virtual, Kamis.

Menurut Felippa, langkah yang perlu dipastikan saat ini bukan fokus pada penyerapan dan penetapan HET lagi, tetapi bagaimana membantu petani meningkatkan produktivitas di tengah berbagai tantangan, seperti perubahan iklim dan pandemi Covid-19. Dengan begitu, petani hanya memastikan bahwa jumlah produksi domestik dapat meningkat dengan kualitas yang dapat bersaing di pasar.

Kebijakan HET juga dikhawatirkan akan dapat memicu adanya pasar gelap dan meningkatkan risiko kelangkaan beras. Idealnya, pemerintah harus bisa menyederhanakan rantai distribusi yang panjang dulu sebelum menerapkan HET.

Rantai distribusi beras yang panjang memunculkan berbagai biaya tambahan yang harus diredam di titik akhir sebelum akhirnya beras sampai ke tangan konsumen.

Selain harga jual yang rentan tidak stabil, konsumen juga dihadapkan pada risiko mengonsumsi beras yang tidak berkualitas karena memungkinkan adanya upaya percampuran yang dilakukan pihak-pihak tertentu untuk menekan kerugian.

Untuk di sisi hilir, pemerintah sudah seharusnya membuka mekanisme impor beras untuk memenuhi kebutuhan beras tanah air dan juga untuk menahan tingginya harga di pasar yang diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan pesatnya laju pertumbuhan penduduk.

"Saat ini pemerintah tidak bisa memenuhi jumlah seluruh permintaan beras dengan harga yang terjangkau," kata dia.

Baca juga: Tak dinikmati petani, pemerintah perlu evaluasi kebijakan harga beras
Baca juga: Harga beras premium Desember naik 0,76 persen


 

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021