"Sanksi ini akan melarang mereka untuk bepergian ke Inggris Raya, dan akan mencegah bisnis dan institusi menangani dana atau sumber daya ekonomi mereka di Inggris," dikutip dari keterangan Kedutaan Inggris di Jakarta pada Jumat.
Pascakudeta pemerintahan resmi Myanmar pada awal bulan ini, pihak junta militer membentuk Dewan Administrasi Negara (SAC) sebagai otoritas yang menjalankan fungsi negara itu. Jenderal Min Aung Hlaing mengambil alih kuasa tertinggi di dalamnya.
"Panglima Tertinggi, sebagai Ketua SAC dan Kepala Tatmadaw (militer), dijatuhi sanksi atas keterlibatannya dalam mengawasi dan mengarahkan pelanggaran HAM serius sejak kudeta 1 Februari," kata pihak Inggris.
Sanksi tahap dua dari Inggris ini menyusul sanksi sebelumnya kepada 19 tokoh militer Myanmar, yang disebut Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab sebagai "pesan yang jelas kepada rezim militer di Myanmar bahwa mereka yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia akan dimintai pertanggungjawaban."
Lima tokoh petinggi lain di dewan yang juga dijatuhi sanksi oleh Inggris adalah Sekretaris SAC Letjen Aung Lin Dwe, Sekretaris Bersama SAC Letjen Ye Win Oo, Jenderal Tin Aung San, Jenderal Maung Maung Kyaw, dan Letjen Moe Myint Tun.
Di bawah sanksi ini, Inggris akan menghentikan sementara promosi perdagangan dengan Myanmar, dan Departemen Perdagangan Internasional Inggris memimpin penerapannya demi memastikan "perusahaan Inggris di Myanmar tidak berbisnis dengan perusahaan atau institusi milik militer."
Selain itu, Pemerintah Inggris juga menangguhkan semua bantuan yang secara tak langsung dapat digunakan oleh pihak junta, namun menyebut telah mengambil langkah agar bantuan masih dapat diterima oleh masyarakat rentan di Myanmar.
Baca juga: Penentang kudeta Myanmar sambut baik sanksi baru dari Inggris, Kanada
Pewarta: Suwanti
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021