Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan pembangunan jaringan listrik pintar (smart grid) mampu mempercepat elektrifikasi masyarakat yang tinggal di wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar (3T).
"Teknologi smart grid tidak terbatas hanya pada teknologi informasi dan komunikasi saja, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk sistem kelistrikan yang efisien di daerah 3T dengan memanfaatkan energi terbarukan setempat melalui konsep smart micro grid," katanya saat membuka webinar bertajuk "Implementation of Smart Grid" di Jakarta seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM di Jakarta, Sabtu.
Teknologi jaringan listrik pintar, sambung Arifin, dapat meningkatkan partisipasi konsumen listrik dalam sistem ketenagalistrikan dengan pemasangan meteran pintar (smart meter) yang menggunakan konsep komunikasi dua arah.
"Konsumen akan berubah menjadi prosumer atau konsumen yang bisa memproduksi listrik mereka sendiri, baik menggunakan solar home system atau mikrohidro," katanya.
Melalui pembangunan teknologi ini, Arifin berharap mampu meningkatkan rasio elektrifikasi nasional yang sudah menyentuh angka 99,2 persen pada akhir 2020, atau jauh meningkat dibanding pada 2000 yang hanya 53 persen.
Kebijakan pencapaian target rasio elektrifikasi yang ditempuh pemerintah di antaranya dengan perluasan jaringan di wilayah yang sudah on-grid untuk peningkatan keandalan dan efisiensi.
Sementara khusus daerah 3T, pemerintah melakukan pendekatan off-grid untuk memperluas akses tenaga listrik di antaranya dengan solar PV dan tabung listrik (talis).
Menurut Arifin, topografi Indonesia bukan hambatan bagi pemerintah dalam menyediakan akses listrik ke masyarakat. "Beberapa strategi dalam penyediaan listrik dilakukan secara on-grid maupun off-grid," ungkapnya.
Untuk itu, peran pemerintah daerah juga dinilai penting dalam pengembangan smart grid untuk meningkatkan rasio elektrifikasi di daerah masing-masing.
Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang ESDM sebagai turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
"Salah satu amanat di PP tersebut adalah pemerintah daerah menyediakan anggaran/dana untuk masyarakat kurang mampu dan dapat menggunakan dana tersebut untuk membangun teknologi smart grid untuk mempercepat capaian rasio elektrifikasi di wilayah masing-masing," kata Arifin.
Arifin pun mengapresiasi upaya BUMN PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang berhasil melakukan modernisasi infrastruktur ketenagalistrikan melalui digitalisasi dengan penerapan advanced metering infrastructure (AMI) di Jakarta dan penerapan digital substation di proyek Sepatan II.
Pengembangan smart grid juga telah dilakukan melalui remote engineering, monitoring, diagnostic & optimization center (REMDOC) dan reliability efficiency optimization center (REOC).
Pada kesempatan yang sama, Director Energy Market and Security International Energy Agency (IEA) Keisuke Sadamori mengapresiasi penyelenggaraan webinar ini.
Ia melihat webinar sebagai langkah penting dalam kolaborasi dengan Indonesia yang semakin meningkat. Apalagi, smart grid bisa berperan dalam menjawab tantangan elektrifikasi di Indonesia.
"Tidak ada solusi tunggal untuk bisa menyediakan akses terhadap listrik yang bersih, aman, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia. Butuh kerja sama antara pemerintah, BUMN, dan swasta untuk mengerahkan berbagai solusi yang dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi sistem dalam skala besar serta kualitas listrik di skala kecil atau sistem di daerah terpencil," ujar Keisuke.
Webinar ini merupakan pemuncak dalam rangkaian webinar Smart Grid yang dimulai pada 9 Februari 2021.
Acara ini dihadiri pemangku kepentingan dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, badan usaha, asosiasi, profesional, akademisi, dan organisasi internasional termasuk IEA, Asian Development Bank (ADB), Danish Energy Agency, dan United States Agency for International Development (USAID).
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021