• Beranda
  • Berita
  • Investasi miras perlu pertimbangkan aspek kesehatan dan moral

Investasi miras perlu pertimbangkan aspek kesehatan dan moral

1 Maret 2021 21:08 WIB
Investasi miras perlu pertimbangkan aspek kesehatan dan moral
Dua organisasi Nahdhatul Ulama dan Muhamadiyah mengelar seminar yang berjudul The Role of Civil Society in Facing Radicalism in Indonesian Society, disampaikan Ketua PBNU, KH. Dr. Marsudi Syuhud. Sementara dari Muhammadiyah paparan disampaikan Dr. Abdul Mu’ti, Sekjen PP Muhammadiyah. Selain dua tokoh ini, juga hadir Direktur Wahid Institute, Yenny Wahid dan Profesor Elisabeth Eide dari Oslo Metropolitan University bergabung dalam panel pembicara di sesi tanya jawab.

"Pemerintah tidak hanya bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan material, tapi juga menjaga dan membina moralitas masyarakat," katanya.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti meminta pemerintah turut mempertimbangkan aspek kesehatan, sosial serta moral bangsa terkait kebijakan investasi minuman keras.

"Arus aspirasi masyarakat, khususnya umat Islam harus didengar," katanya di Jakarta, Senin.

Pernyataan itu disampaikan Abdul Mu'ti saat menyikapi diterbitkannya Perpres Nomor 10/2021 tentang produksi dan distribusi minuman keras.

Baca juga: Timbulkan mudharat, Ketum PBNU tolak Perpres investasi minuman keras

Menurut Abdul, sebaiknya pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi semata, sebab minuman keras juga memiliki dampak negatif terhadap kesehatan serta moral bangsa.

"Pemerintah tidak hanya bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan material, tapi juga menjaga dan membina moralitas masyarakat," katanya.

Pemerintah telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang menjadi turunan Undang-undang Cipta Kerja.

Baca juga: Rakernas PKS 2021 tegaskan sikap jadi oposisi, tolak investasi miras

Pembukaan keran investasi minuman keras melalui Perpres tersebut menuai komentar beragam masyarakat.

Dalam aturan itu terdapat sejumlah persyaratan di antaranya penanaman modal baru dapat dilakukan di Provinsi, yaitu Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Papua, dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat.

Persyaratan berikutnya, penanaman modal di luar provinsi tersebut, maka harus mendapat ketetapan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) berdasarkan usulan gubernur.

Baca juga: Pengamat nilai Perpres investasi minuman alkohol dapat tarik investor

Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021