"Apa yang dianggap sebagai sunat laser tidak menggunakan energi cahaya, namun menggunakan energi panas dengan menggunakan alat elektrokauter untuk memotong jaringan, koagulasi dan diseksi, " ujar Arry dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Kamis.
Dia menambahkan pada penggunaan kauter (sunat laser), arus listrik langsung menuju jaringan penis dan bila preputium (kulup penis) dipotong dengan kauter dapat terjadi total phallic loss atau gangguan saraf yang parah. Oleh karena itu, sebelum dilakukan penyunatan yang perlu diperhatikan adalah indikasi dan kontraindikasi.
Pada sunat dengan alat itu, energi listrik diarahkan langsung menuju jaringan penis, di mana berisiko menyebabkan terbakarnya jaringan sampai ke glans penis dan dapat menyebabkan luka bakar yg hebat dan berakhir dengan teramputasinya glans penis (total phalic loss) terutama bila saat kulup dipotong terjadi kontak antara kauter dengan klem.
"Umumnya alasan menggunakan alat ini adalah dapat melakukan sunat dengan lebih cepat dan resiko perdarahan yang lebih sedikit, namun mengingat bahaya yang dapat terjadi sangat serius dan umumnya berakhir dengan kerusakan jaringan yang tidak dapat diperbaiki, sudah seharusnya teknik sunat ini tidak boleh dilakukan."
Untuk mencegah terjadinya cedera akibat teknik sunat yang salah, World Health Organization: Task Force of Circumcision merekomendasikan sunat harus dilakukan oleh tenaga yang terlatih dan kompeten dengan menggunakan teknik yang steril dengan memperhatikan penanganan nyeri yang baik.
"Beberapa studi sudah tidak menganjurkan sunat laser untuk dilakukan," kata Arry.
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Bedah Indonesia, Prof Andi Asadul Islam, mengatakan di Indonesia remaja yang melakukan sirkumsisi teknik laser sebesar 10,2 juta (12 persen).
Prof Andi mengatakan bahwa belum ada penelitian secara khusus menjelaskan tentang indikasi untuk sunat laser. Namun untuk penyunatan, laser memberikan manfaat untuk perdarahan yang lebih sedikit.
“Tetapi juga memiliki risiko, risiko kepala penis terpotong lebih tinggi, cedera pada kelenjar penis atau uretra dan luka bakar,” kata Andi.
Komisioner KPAI Divisi Pengawasan, Dr Jasra Putra MPd , mengatakan sosialisasi perlu ditingkatkan kepada masyarakat terkait dengan kelebihan dan kekurangan dari prosedur sunat yang ada saat ini.
"Agar masyarakat teredukasi memilih sunat yang aman dan minim risiko untuk anak, " kata Jasra.
Jasra juga mengatakan, perlunya mengarahkan masyarakat untuk melaksanakan prosedur sunat di fasilitas kesehatan yang memiliki izin dan memiliki standar operasional prosedur dalam melaksanakan sunat dengan tenaga kesehatan yang kompeten dan terjangkau.
Baca juga: Tiga hal pendukung penyembuhan sunat
Baca juga: Usia berapa yang paling tepat untuk sunat?
Baca juga: Siapa orang yang tidak boleh disunat?
Pewarta: Indriani
Editor: Arief Mujayatno
Copyright © ANTARA 2021