BPPT akan memiliki total 24 buoy, 12 di antaranya akan beroperasi dan lainnya akan difungsikan sebagai cadangan.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kini menggunakan sistem berbasis satelit ARGOS untuk melacak keberadaan buoy, alat pendeteksi gelombang tinggi di Indonesia yang seringkali dirusak oleh oknum tak bertanggung jawab.
"Buoy kerapkali mendapatkan gangguan akibat vandalisme dan lain-lain, dan karenanya dalam upaya kita mengamankan dan membangun kemampuan kita untuk memonitor pengoperasian buoy di seluruh Indonesia, BPPT berusaha mendapatkan solusi teknologi yang lebih baik dari sebelum-sebelumnya," kata Kepala BPPT Hammam Riza dalam Rakornas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Jakarta, Kamis.
Hammam memaparkan khususnya pada pengembangan INA-BUOY (Indonesian Buoy), kini buoy terbaru produksi 2020 dilengkapi dengan ARGOS system atau sistem yang terhubung dengan satelit untuk melacak eksistensi buoy.
Baca juga: BPPT pasang CBT baru deteksi tsunami di perairan Indonesia timur
Dijelaskan pada 2024, BPPT akan memiliki total 24 buoy. Sebanyak 12 buoy di antaranya akan beroperasi dan lainnya akan difungsikan sebagai cadangan.
Buoy tersebut cukup untuk mendeteksi dini tsunami di seluruh Indonesia. Nantinya kombinasi buoy dan CBT (Cable-Based Tsunamimeter), sistem deteksi dini tsunami via kabel bawah laut, dapat mendeteksi tsunami yang terjadi jauh dari pesisi dan dekat dari pesisir.
“Secara khusus pada tahun 2021 ini akan dilaksanakan deployment (penempatan) di sembilan lokasi buoy, saat ini masih terdefinisi tujuh lokasi buoy,” kata dia.
Sensor tsunami pada bouy tersebut akan meneruskan data secara berkesinambungan pada BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) untuk disebarluaskan pada masyarakat.
Baca juga: BPPT sebut lima teknologi reduksi risiko bencana geologi Indonesia
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Rolex Malaha
Copyright © ANTARA 2021