Menteri luar negeri Singapura Vivian Balakrishnan pada Jumat mengatakan bahwa adalah suatu "aib nasional" bagi angkatan bersenjata suatu negara untuk menggunakan senjata terhadap rakyat mereka sendiri."Ini adalah puncak rasa malu nasional bagi angkatan bersenjata di negara mana pun untuk menggunakan senjata melawan rakyatnya sendiri,"
Pernyataan itu disampaikan Menlu Singapura saat ia meminta penguasa militer Myanmar untuk mencari solusi damai atas kerusuhan di negara itu.
"Ini adalah puncak rasa malu nasional bagi angkatan bersenjata di negara mana pun untuk menggunakan senjata melawan rakyatnya sendiri," kata Vivian Balakrishnan.
Ia pun mengulangi bahwa Singapura terkejut dengan peristiwa kekerasan terhadap warga sipil di Myanmar.
Baca juga: KT HAM PBB: Pasukan Myanmar harus hentikan "tindakan keras yang kejam"
Baca juga: Tentara Myanmar gunakan TikTok untuk ancam pengunjuk rasa
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan setidaknya 54 orang telah tewas sejak kudeta militer yang terjadi di Myanmar pada 1 Februari. Selain itu, lebih dari 1.700 orang telah ditahan, termasuk 29 wartawan.
Balakrishnan dan rekan-rekannya sesama menteri luar negeri di negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) telah mengadakan pembicaraan dengan perwakilan junta Myanmar awal pekan ini.
Singapura bersama sejumlah menteri luar negeri ASEAN lainnya telah menyerukan pembebasan tahanan politik termasuk pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi.
Balakrishnan pada Jumat mengatakan bahwa para menteri luar negeri (ASEAN) setiap hari berkomunikasi satu sama lain untuk membahas masalah mengenai Myanmar.
Namun, ia mengatakan bahwa meskipun ASEAN harus memainkan peran konstruktif dalam memfasilitasi kembalinya keadaan normal dan stabilitas, akan ada dampak terbatas dari tekanan eksternal terhadap situasi di Myanmar.
"Jika anda melihat selama 70 tahun terakhir, otoritas militer di Myanmar, terus terang, tidak menanggapi sanksi ekonomi, tidak menanggapi pergolakan moral," kata menteri luar negeri Singapura itu.
Balakrishnan pun mengatakan bahwa meskipun acuan pada piagam ASEAN dan deklarasi hak asasi manusia itu penting, namun tidak cukup untuk mengubah perilaku junta.
"Kuncinya pada akhirnya terletak di Myanmar. Dan ada batasan sejauh mana tekanan eksternal akan ditanggung," kata Balakrishnan.
Sumber: Reuters
Baca juga: AS blokir kementerian Myanmar, bisnis militer untuk berdagang
Baca juga: Kemlu, KBRI Yangon terus pantau keamanan WNI di Myanmar
Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021