Untuk menanggulangi hal tersebut, tentunya diperlukan suatu sistem tindakan penanggulangan yang cepat, tepat, dan terkoordinasi
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menggelar Focus Group Discussion (FGD) yang membahas risiko kemungkinan terjadinya tumpahan minyak di wilayah perairan Indonesia.
Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kemenhub Andi Hartono dalam rilis yang diterima Antara di Jakarta, Senin, mengatakan perairan Indonesia merupakan jalur transportasi yang strategis, karena dilalui oleh kapal-kapal barang dari negara-negara Asia maupun Eropa menuju ke Asia Tenggara maupun Australia, ataupun sebaliknya.
Selain itu, perairan Indonesia terletak di antara negara-negara produsen minyak di bagian barat dan negara-negara konsumen di bagian timur. Namun demikian, posisi strategis ini, selain menguntungkan juga mengandung resiko berupa dampak negatif dari kemungkinan terjadinya tumpahan minyak.
“Untuk menanggulangi hal tersebut, tentunya diperlukan suatu sistem tindakan penanggulangan yang cepat, tepat, dan terkoordinasi,” ujarnya.
Andi mengatakan penyelenggaraan kegiatan di perairan, baik laut maupun sungai, yang meliputi kegiatan pelayaran, kegiatan pengusahaan minyak dan gas bumi, serta kegiatan lainnya, mengandung risiko terjadinya musibah yang berpotensi mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak yang dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan perairan.
“Oleh karena itulah hari ini kami telah mengundang para ahli untuk berbagi informasi dan pengalaman terkait kegiatan penanggulangan tumpahan minyak di laut, khususnya pada aspek koordinasi antar pihak terkait, termasuk mengenai aturan, prosedur pelaksanaan, penanggung jawab operasi dan biaya, termasuk klaim penggantian,” terangnya.
Baca juga: 805 kilogram limbah minyak dikumpulkan dari Pulau Pramuka dan Panggang
Dalam menanggulangi permasalahan inilah, Pemerintah Indonesia melalui Kemenhub tengah berupaya untuk melakukan pengesahan International Convention on Oil Pollution Preparedness, Response and Co-operation, 1990 (OPRC) ke dalam hukum nasional.
“Dalam Perpres Nomor 109 Tahun 2006 telah diatur Tim Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, yang memiliki tugas untuk melaksanakan koordinasi penyelenggaraan penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut tingkatan Tier 3/ Nasional. Selain itu, Tim tersebut juga bertugas untuk memberikan dukungan advokasi kepada setiap orang yang mengalami kerugian akibat tumpahan minyak di laut,” jelasnya.Tim Nasional ini beranggotakan 13 (tiga belas) Instansi, Kementerian/ Lembaga (K/L) yang diketuai oleh Menteri Perhubungan dan beranggotakan KLHK, Kementerian ESDM, Kemendagri, Kemenlu, KKP, Kemenkes, Kemenkeu, Kemenkumham, TNI Polri, SKK Migas, BPH Migas, Gubernur dan Bupati/Walikota yang wilayahnya mencakup laut.
Selain itu pada level internasional, Indonesia juga bergabung dalam beberapa forum penanggulangan pencemaran minyak di laut, antara lain MoU on ASEAN Cooperation Mechanism for Joint Oil Spill Preparedness and Response Revolving Fund Committee (RFC) antara Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Sementara itu Kepala Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Kemenhub Totok Sukarno mengungkapkan kegiatan FGD ini diikuti oleh sejumlah kurang lebih 60 (enam puluh) orang dengan narasumber para praktisi yang menjadi vocal point proses pengesahan Konvensi OPRC dan Penanggulangan Pencemaran dari Kemenko Maritim dan Investasi, KLHK, Kemenkumham, serta Direktorat KPLP Kemenhub.
Baca juga: Kemenhub tekan pencemaran minyak akibat kapal tenggelam
Pewarta: Adimas Raditya Fahky P
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021