Dirancang, 2 kebijakan besar bidang musik

9 Maret 2021 14:01 WIB
Dirancang, 2 kebijakan besar bidang musik
Ilustrasi - Sejumlah pelajar memainkan alat musik "Tambua Tansa" untuk memecahkan rekor museum rekor dunia Indonesia saat memperingati Hari Nusantara ke-19 di Pantai Gandoriah, Kota Pariaman, Sumatera Barat, Sabtu (14/12/2019). ANTARA FOTO/Muhammad Arif Pribadi/wsj.

Pembelajaran apresiasi musik di dunia pendidikan bertujuan untuk mendorong dunia pendidikan menjadi lebih kontekstual dan memberikan siswa pengalaman yang menyenangkan dalam menyelami keragaman dunia musik Indonesia

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan merancang dua kebijakan besar pada bidang musik pada 2021.

“Kebijakan pertama, Kemendikbud akan menyusun kebijakan tata kelola perlindungan kekayaan intelektual bagi musisi tradisi yang mengembangkan 'repertoire'-nya berbasis musik-musik tradisional dan instrumen-instrumen tradisional Indonesia, dan mengeksplorasi model-model tata kelola perlindungan kekayaan intelektual komunal musik-musik tradisional,” ujar Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.

Ditjen Kebudayaan Kemendikbud akan bekerja sama dengan Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta melibatkan para pemangku kepentingan di bidang musik dan seni pertunjukan tradisional.

Kebijakan kedua, Kemendikbud akan pengembangan materi dan metode pembelajaran apresiasi musik yang berbasis "experiential" dan pendidikan kontekstual untuk siswa tingkat Pendidikan Usia Dini hingga SMP.

“Pembelajaran apresiasi musik di dunia pendidikan bertujuan untuk mendorong dunia pendidikan menjadi lebih kontekstual dan memberikan siswa pengalaman yang menyenangkan dalam menyelami keragaman dunia musik Indonesia,” kata Hilmar.

Selain dari Kemendikbud, kebijakan itu memperoleh dukungan penuh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, dan Perpustakaan Nasional serta musisi, asosiasi, dan komunitas musik tradisional.

Baca juga: Kemendikbud tegaskan komitmen memajukan musik Indonesia

Terkait masih adanya celah dalam undang-undang hak cipta yang belum dapat perlindungan dan mengakomodasi hak ekonomi khususnya dari para pemilik hak cipta musisi tradisional, Hilmar mengusulkan dibentuknya suatu Lembaga Manajemen Kolektif Musik Tradisional untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait hak cipta saat ini yang terdiri atas pemerintah dan pemangku kepentingan.

“Saya setuju dibentuk tim. Kita mulai menginventarisirnya, bahwa kita harus menyusun regulasinya, tetapi untuk substansinya perlu masukan dari teman-teman. Nanti kita akan melihat permasalahan yang ada untuk diidentifikasi semua untung ruginya. Hasilnya nanti harus benar-benar memberikan pelindungan penuh kepada teman-teman pencipta dan produser musik tradisional,” katanya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014, musisi tradisional seharusnya memiliki kedudukan dan akses yang sama untuk dapat memperoleh hak atas karya cipta yang dihasilkan. Namun, pada kenyataannya pendokumentasian dan publikasi yang dilakukan tidak dikelola dengan baik sehingga pengakuan terhadap karya yang dihasilkan lemah secara perlindungan hukum.

Hilmar menjelaskan peringatan Hari Musik yang jatuh pada setiap 9 Maret akan menjadi titik awal bagi pemerintah untuk menyusun regulasi dan memberikan pelindungan hak cipta bagi musisi tradisional.

“Kami selaku penyelenggara negara, tidak akan mengambil keuntungan kepada para musisi tradisional namun manfaat dengan adanya Lembaga Manajemen Kolektif khusus untuk musisi tradisional yang dapat kami berikan dalam bentuk pelayanan yang prima,” kata dia.

Baca juga: Silverian 86 siapkan "Big Bang Indonesia" rayakan Hari Musik Nasional
Baca juga: Konser musik virtual "Indonesia Maju" dimeriahkan RAN hingga Slank

 

Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021