Profesor Keuangan dan Investasi, IPMI International Business School, Roy Sembel, menilai wajar kerugian yang belum nyata (Unrealized loss) pada portofolio saham BPJAMSOSTEK sebagai risiko investasi, dan bisa kembali untung sejalan membaiknya ekonomi setelah pandemi COVID-19.masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia
"Unrealized loss (UL) ini tidak logis dikategorikan sebagai kerugian hasil manipulasi yang berpotensi pidana. Karena lebih pada risiko bisnis yang sudah dikalkulasi dengan baik,” ujar Roy dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Jumat.
Fenomena UL kini menjadi momok karena berpotensi menjadi ancaman kriminalisasi sehingga sangat menakutkan bagi dunia investasi setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melakukan penyidikan terhadap BPJS Ketenagakerjaan (BPJAMSOSTEK).
Baca juga: Pakar: "Unrealized loss" bisa terjadi pada setiap investor pasar modal
Beberapa bulan terakhir, masyarakat dikagetkan dengan tuduhan kerugian tidak wajar, yang berpotensi pidana pada UL pada portofolio saham BPJAMSOSTEK.
“Kerugian ini, terkesan dipaksakan, seolah sama dengan kerugian dalam kasus Jiwasraya yang menghebohkan beberapa waktu sebelumnya," ujarnya.
Padahal hasil kajian menunjukkan bahwa proses investasi portofolio BPJAMSOSTEK sudah prudent (hati-hati) dan sesuai kaidah-kaidah investasi.
"Alokasi aset telah memperhatikan aspek pengelolaan risiko yang relatif baik. Secara garis besar, investasi dimulai dengan strategi mengalokasikan dana investasi ke dalam beberapa kelas aset sesuai tujuan investasi, saham, reksadana, deposito, obligasi dan bahkan properti serta penyertaan langsung,” katanya memaparkan.
Di dalam masing-masing kelas aset, dilakukan strategi pemilihan sekuritas (securities selection) atau manajer investasi yang cocok dengan tujuan investasi. Bahkan, dalam pemilihan manajer investasi relatif ketat. Syaratnya harus mempunyai dana kelolaan minimal Rp1,5 triliun.
Baca juga: Pakar: Kasus investasi BPJS TK berbeda dengan Jiwasraya & Asabri
Lebih jauh dia memaparkan, data portofolio sahamnya diinvestasikan pada saham-saham LQ-45. Itu artinya isi portfolio sahamnya dominan terdiri dari saham-saham berkapitalisasi pasar besar dan relatif likuid.
Tidak perlu diragukan lagi tentang saham-saham LQ-45. Penurunan dan kenaikan harga saham sangat tergantung pada perkembangan pasar modal di Indonesia.
"Kerugian yang terjadi (yang belum direalisasikan atau disebut unrealized loss) masih sejalan dengan perkembangan pasar saham Indonesia hal itu tercermin dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terdampak krisis pandemi dan resesi ekonomi,” ujar dia.
Bukti menunjukkan, UL-nya naik turun sesuai dengan naik turunnya IHSG. Pada saat IHSG di level 5.979 (31 Desember 2020), kata dia, UL mencapai Rp22,308 triliun, tapi ketika IHSG di level 6.429 (20 Januari 2021) lalu, UL-nya menurun menjadi Rp14,417 triliun atau 2,91 persen dari total portofolio Rp495 triliun yang mayoritas disebabkan penurunan kinerja emiten BUMN.
Artinya, menurut dia, naik turun akan terjadi sesuai dengan pergerakan harga saham.
"Bukan tak mungkin, ketika IHSG di level 7.000, bukan UL (unrealized loss) yang terjadi, tapi bisa berbalik arah menjadi unrealized gain. Hal ini bisa dilihat naik turunnya potensial loss itu sangat tergantung dari pergerakan IHSG," ujarnya.
Baca juga: Direksi dan Dewas BPJAMSOSTEK teken Pakta Integritas
Baca juga: BPJAMSOSTEK fokus pada pelaksanaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan
Pewarta: Erafzon Saptiyulda AS
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021