"Guncangan gempa kuat sebagai tanda masyarakat di sekitar pantai harus segera evakuasi mandiri, tidak perlu menunggu peringatan dini tsunami," kata Daryono pada kegiatan Sekolah Lapang Geofisika (SLG) yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa.
BMKG melaksanakan SLG di 30 lokasi pada 2021, salah satunya di DI Yogyakarta yang berada di selatan Jawa, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dan Zona Megathrust.
Baca juga: BMKG akan manfaatkan sirene tsunami dengan teknologi lebih sederhana
Baca juga: BMKG: Teknologi canggih tak berguna jika warga tak siap hadapi tsunami
Wilayah selatan Jawa memiliki tiga sumber gempa yang potensial, yaitu megathrust Selat Sunda, megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah dan megathrust Jawa Timur.
Dia mengatakan berdasarkan data dan catatan sejarah telah terjadi 12 kali gempa besar di Selatan Jawa dengan magnitudo 7,0 sejak 1840. Sejarah juga mencatat telah terjadi delapan kali tsunami di kawasan tersebut.
Hasil kajian terbaru menunjukkan adanya akumulasi energi di beberapa zona, yaitu di selatan Jawa Timur, selatan Pacitan, selatan Jawa Barat dan Banten. Wilayah-wilayah tersebut menunjukkan area yang memiliki potensi terjadi gempa.
"Jadi sudah tidak diragukan lagi selatan Jawa itu rawan tsunami. Tapi, ini bukan untuk menimbulkan kepanikan atau ketakutan, tapi bagaimana kita meningkatkan kesiapsiagaan," katanya.
Bagi masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir yang rawan tsunami, peringatan dini penting, namun evakuasi mandiri lebih penting karena masyarakat harus segera meninggalkan pantai ketika guncangan terjadi.
Baca juga: BMKG minta masyarakat pahami tingkat kebencanaan peringatan tsunami
"Warga bisa selamat jika melakukan evakuasi mandiri dimana waktu yang tersedia lebih banyak," katanya.
Karena itu masyarakat di daerah rawan tsunami perlu memiliki rencana dan peta evakuasi yang dilengkapi jalur dan rambu evakuasi, serta selalu waspada dan meningkatkan kesiapsiagaan.
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021