"Kita melihat sudah saatnya Indonesia shifting, tidak lagi mengirim yang low level dan high risk," kata Sestama BP2MI, Tatang Budie dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPRI RI, dipantau virtual dari Jakarta, Selasa.
Menurut Tatang, data BP2MI menunjukkan tren semakin kecilnya gap antara PMI sektor formal dan informal dari tahun ke tahun. Data BP2MI menunjukkan pada 2017 terdapat angka PMI sektor informal 9,60 persen lebih tinggi dari formal, yang kemudian turun menjadi 3,10 persen pada 2019.
Baca juga: BP2MI: Malaysia urutan pertama penempatan PMI di luar negeri
Baca juga: Migrant CARE: Perlu infrastruktur untuk bebaskan biaya penempatan PMI
Namun, pengecualian terjadi pada 2020 karena pandemi COVID-19 mengakibatkan banyaknya pemutusan hubungan kerja pada sektor pekerjaan berbadan hukum.
Tatang menyoroti bahwa banyak potensi pekerja terampil Indonesia dengan bentuk penempatan antar-pemerintah atau government to government (G2G) seperti dengan Jepang dan Korea Selatan yang berjalan saat ini.
Namun, lanjutnya, perlunya pelatihan untuk menghasilkan PMI terampil untuk meningkatkan jumlah pekerja Indonesia di sektor formal di berbagai negara penempatan.
"Mengirim tenaga terampil profesional itu merupakan solusi terbaik, karena dari segi perlindungan akan lebih baik, penghasilan juga jauh lebih besar," ujar Tatang.
Terkait pelatihan, Menaker Ida dalam rapat kerja itu mengatakan pihak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dengan BP2MI terus berkoordinasi untuk memberikan pelatihan yang mumpuni bagi CPMI.
Baca juga: BP2MI usulkan mekanisme bantu bebaskan biaya pelatihan calon PMI
Hal itu penting, karena pelatihan terkait dengan pembiayaan, yang sebelumnya dibebankan kepada CPMI.
Menaker Ida mengaku sedang mengusahakan agar CPMI mendapatkan kuota dalam Program Kartu Prakerja sebagai bagian dari pelatihan untuk meningkatkan kemampuan.
"Keinginan kami untuk mendapatkan alokasi atau kuota bagi CPMI belum terpenuhi, dan kami dijanjikan Pak Menko Perekonomian dimungkinkan di semester kedua 2021," kata Menaker Ida.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021