Sejumlah pemerhati sosial menilai kebijakan pembelajaran tatap muka (PTM) mendesak untuk segera dilakukan guna menghindari anak Indonesia dari kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar (learning loss).
“Dilakukannya pembelajaran tatap muka menjadi suatu hal yang baik, khususnya terkait penguatan interaksi siswa. Konsep hibrid yang menggabungkan pembelajaran tatap muka dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ), tepat digunakan pada situasi saat ini,” ujar Pemerhati Sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan PJJ mendorong anak untuk bisa dengan mudah dan kreatif mengeksplorasi pengetahuan, sementara PTM akan membantu manifestasinya.
Baca juga: Setahun pandemi COVID-19, vaksinasi harapan baru atasi "learning loss"
Baca juga: Pemerhati: Perlu pemetaan untuk cegah "loss of learning"
“Budaya daring akan mengisi kognisi, tetapi untuk melatih dan mempraktikkan membutuhkan ruang offline . Ke depan akan sangat sulit dihindari kehidupan hibrid ini,” kata dia.
PTM juga dinilai akan membuat proses transformasi pendidikan yang mengedepankan kerja sama, interaksi antar-siswa dan guru di kelas berjalan efektif. Dalam konteks hubungan sosial berbasis data yang telah dirilis sejumlah lembaga kredibel, para siswa juga sangat merindukan interaksi dengan temannya secara langsung.
Devie menjelaskan interaksi langsung di kelas dapat menjadi media rekreasi dan refreshing yang menyenangkan bagi anak saat mereka merasa lelah dan bosan. PTM juga dapat mengikis budaya ketergantungan anak kepada orang tuanya yang secara tidak langsung tercipta selama masa pandemi.
“Karakter ketergantungan mudah-mudahan setelah nanti kembali adanya ruang luring tidak lagi terjadi," ucapnya.
Data UNICEF Education COVID-19 Response Oktober 2020 mencatat, Indonesia adalah satu di antara empat negara di Asia Timur dan Asia Pasifik yang belum melakukan PTM secara penuh. Sampai akhir Oktober tahun lalu, 85 persen negara di dua kawasan tersebut sudah membuka sekolah secara penuh.
Khusus Indonesia, UNICEF selama 18-29 Mei 2020 dan 5-8 Juni 2020 juga telah menerima lebih dari 4.000 tanggapan dari siswa di 34 provinsi terkait PTM. Hasilnya, 87 persen siswa ingin segera kembali ke sekolah. Bahkan, 88 persen dari mereka bersedia mengenakan masker di sekolah dan 90 persen telah memahami urgensi menjaga jarak fisik jika PTM dilaksanakan.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merilis bahwa telah ada sekitar 34.200 sekolah atau 15 persen yang sudah menggelar PTM di tengah pandemi COVID-19.
Sementara itu, pengamat pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Budi Santoso Wignyosukarto menilai ada hambatan PJJ yang berpotensi memicu learning loss, terutama dalam pembelajaran praktik.
Baca juga: Eks Mendikbud: "learning loss" perparah kemiskinan pendidikan
Baca juga: Komisi X : Vaksinasi harus tuntas sebelum pembelajaran tatap muka
“Saat praktikum siswa harus melakukannya sendiri, mencoba sendiri. Ada suatu proses pembelajaran yang penting dan itu kalau tidak dilakukan akan mengurangi apa yang mereka dapatkan,” kata Budi.
Budi menyarankan pemerintah mempersiapkan fasilitas sesuai protokol kesehatan, percepatan vaksinasi guru dan tenaga kependidikan oleh Kementerian Kesehatan, serta menentukan prioritas pelajar yang memerlukan PTM.
“Kita harus mengupayakan itu terjadi, kendati tidak mudah. Sekarang sudah ada beberapa universitas dan sekolah yang memperbolehkan mahasiswa atau muridnya masuk,” jelas Budi.
Pewarta: Indriani
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021