"Kami memindahkan 643 bandar narkoba ke lapas 'maximum security' di Nusakambangan demi menangani peredaran gelap narkoba yang dikendalikan dari lapas atau rutan," kata Menkumham Yasonna Laoly dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Jakarta, Rabu.
Pemindahan secara massal tersebut merupakan pertama kali dilakukan dan akan terus berlanjut ke depannya oleh kementerian terkait.
Yasonna mengakui memang ada yang mencoba berusaha agar para bandar narkoba tidak dipindahkan, namun hal itu tentu tidak bisa dicegah sebab sudah merupakan suatu komitmen.
Baca juga: Anggota Komisi III DPR minta Menkumham tindak bandar narkoba di lapas
Baca juga: BNN Jatim jelaskan penghadangan massa saat tangkap bandar di Sampang
Baca juga: Polisi tangkap dua bandar 30 kg ganja jaringan lintas provinsi
Lebih rinci, 643 warga binaan kategori bandar dan risiko tinggi yang dipindahkan tersebut berasal dari Lapas atau Rutan di 12 kantor wilayah yakni 99 orang dari DKI Jakarta, 76 orang dari Lampung, 50 orang dari Aceh, 48 orang dari Yogyakarta dan 91 orang dari Jawa Barat.
Kemudian, 54 orang dari Sumatera Utara, 50 orang dari Sumatera Selatan, 47 orang dari Riau, 46 orang dari Banten, 43 orang dari Kalimantan Barat, 21 orang dari Jawa Timur serta 18 orang dari Bali.
Di samping itu, Yasonna mengatakan kebijakan pemindahan tersebut berdampak pada meningkatnya jumlah penghuni di Nusakambangan. Bahkan, langsung penuh. Sebab, tahanan hanya satu orang dalam satu sel.
Hal itu kemudian disikapi dengan membangun satu lapas khusus narapidana risiko tinggi bandar narkoba di Pulau Nusakambangan pada 2021.
"Sebagai akibat dari pemindahan bandar narkoba, lapas maximum security di Nusakambangan sudah penuh. Untuk itu kita akan membangun lapas di Nusakambangan," ujarnya.
Selain itu, Yasonna mengatakan jajarannya telah memindahkan enam mantan petugas pemasyarakatan yang dipidana terkait kasus narkoba ke Nusakambangan.
Kebijakan itu tidak terlepas dari komitmen Kemenkumham dalam menjatuhkan sanksi tegas terhadap jajarannya yang bermain-main dengan peredaran narkoba di dalam lapas atau rutan.
"Kami sudah memecat banyak pegawai yang terlibat, ada yang diturunkan pangkatnya, ada yang dipidana," kata dia.
Terkait hal itu, ia juga berharap agar Komisi III DPR RI mendorong revisi Undang-Undang Narkotika untuk mengatasi 'overcrowding' (melebihi kapasitas) di dalam lapas atau rutan.
Menurut dia, jika di suatu negara ada satu jenis pidana yang mendominasi hingga lebih dari 50 persen, tentu hal itu menandakan ada yang salah, apakah itu di dalam ketentuan peraturan perundang-undangannya yang perlu dikoreksi atau hal lainnya.
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021