"Perkawinan anak merupakan bentuk pelanggaran hak anak untuk tumbuh dan berkembang," katanya dalam acara virtual Deklarasi Gerakan Nasional Pendewasaan Usia Perkawinan yang dipantau dari Jakarta pada Kamis.
Perkawinan anak bisa, ia mengemukakan, menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak untuk mendapat pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil, hak kesehatan, hak pendidikan, dan hak sosial anak.
Ia menjelaskan, perkawinan pada usia anak akan diikuti oleh kehamilan pada usia dini, kondisi yang akan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi yang dilahirkan.
Kehamilan pada usia anak, ia melanjutkan, akan meningkatkan risiko kematian ibu serta meningkatkan risiko kelahiran bayi prematur dan bayi dengan berat badan di bawah normal.
"Pencegahan perkawinan anak sangatlah penting untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal di samping berbagai upaya pemenuhan kebutuhan gizi dan pelayanan kesehatan sejak remaja," kata Budi.
Pendewasaan usia perkawinan, ia mengatakan, akan memberikan kesempatan kepada anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal serta menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.
Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan bahwa selain berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat, tingginya kasus perkawinan pada usia anak dapat menggagalkan program pemerintah untuk mencapai indeks pembangunan manusia tinggi dan tujuan pembangunan berkelanjutan.
Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 2019, angka rata-rata nasional proporsi perempuan usia 20 sampai 24 tahun yang berstatus kawin sebelum berusia 18 tahun sebanyak 10,82 persen atau turun dari 11,21 persen pada 2018.
Kendati demikian, masih ada 22 provinsi yang angka proporsinya lebih tinggi dari rata-rata nasional.
Di Kalimantan Selatan, proporsi perempuan usia 20 sampai 24 tahun yang berstatus kawin sebelum berusia 18 tahun masih 21,2 persen, tertinggi di Indonesia.
DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta tercatat sebagai provinsi dengan angka proporsi terendah (3,1 persen).
Bintang menjelaskan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 pemerintah menargetkan penurunan angka perkawinan anak menjadi 8,74 persen pada akhir 2024.
"Dengan demikian upaya pencegahan perkawinan anak yang kita lakukan hingga tahun 2024 harus lebih terstruktur, holistik, dan integratif agar target RPJMN dapat kita capai," katanya.
Baca juga:
Save the Children: Perkawinan usia dini adalah perampasan hak anak
MUI dukung gerakan nasional pendewasaan usia perkawinan
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2021