MPR hanya fokus menghadirkan PPHN, bukan menyusun skenario memperpanjang masa jabatan presiden.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menegaskan bahwa pembahasan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) oleh MPR yang menghadirkan para akademisi tidak satu kali pun membahas terkait dengan masa jabatan presiden.
"Jadi, bukan hanya tidak beralasan, tetapi saya dapat memastikan skenario itu tidak pernah terpikirkan atau mengemuka selama masa kerja MPR sekarang ini," kata Bamsoet dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Untuk membuktikan atau mencari kebenarannya, Bamsoet memperilakan masyarakat untuk menanyakan kepada semua peserta FGD tersebut.
Baca juga: Puskapol UI : Masa jabatan presiden tak perlu diperdebatkan lagi
Bamsoet menegaskan bahwa membangun curiga tentang penambahan periode jabatan presiden sama sekali tidak produktif, tidak relevan dengan situasi terkini, bahkan hanya membuat gaduh.
"Negara-bangsa sedang berjuang mengakhiri pandemi dan memulihkan perekonomian dari perangkap resesi, MPR concern dengan dua persoalan itu karena berkait langsung dengan kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Menurut dia, MPR juga concern dengan progres transformasi digital di dalam negeri karena berkaitan dengan kesiapan anak dan cucu menghadapi perubahan zaman.
Oleh karena itu, Bamsoet mengajak semua pihak untuk tetap fokus pada upaya mengakhiri pandemi dan kerja memulihkan perekonomian.
Ia menegaskan bahwa isu masa jabatan presiden tiga periode hanya skenario halu dari para petualang politik karena memasuki tahun kedua, MPR periode 2019—2024 hanya fokus menyiapkan menghadirkan kembali model Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), yaitu PPHN.
"Amendemen terbatas merupakan Rekomendasi MPR Periode 2014—2019 yang telah 'diamanatkan' kepada MPR periode 2019—2024. Agenda ini sama sekali tidak menyinggung masa atau periode jabatan presiden," katanya.
Baca juga: HNW: Tidak ada agenda amendemen UUD 1945 soal jabatan presiden
Politikus Partai Golkar itu menilai menghadirkan PPHN bertujuan menguatkan sistem presidensial, pemilihan presiden tetap secara langsung dengan masa jabatan 5 tahun dan bisa dipilih kembali untuk masa 5 tahun berikutnya.
Menurut dia, dengan PPHN, negara-bangsa memiliki arah dan perencana pembangunan yang berkelanjutan, dari satu presiden terpilih ke presiden terpilih berikutnya.
MPR periode sebelumnya dan MPR periode sekarang, kata Bamsoet, telah melakukan serangkaian diskusi dengan berbagai kalangan, termasuk para tokoh masyarakat, para pimpinan partai politik, pakar, dan akademisi.
"Semua diskusi atau FGD itu tak pernah menyinggung penambahan periode jabatan presiden dari dua periode menjadi tiga periode," ujarnya.
Kepemimpinan MPR periode sekarang, menurut Bamsoet, telah menyelenggarakan belasan kali FGD dengan tema "Restorasi Haluan Negara dalam Paradigma Pancasila" dan "Reposisi Haluan Negara Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat" yang bertujuan menerima masukan dari para pakar dan kalangan akademisi.
Baca juga: Hoaks, MPR-KPU sepakati jabatan Jokowi sampai 2027
Para akademisi tersebut, antara lain Ketua Forum Rektor Prof. Dr. Arif Satria, Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., Prof. Dr. Soffian Effendi, Yudi Latif, Ph.D., Prof. Dr. Ir. Satryo Soemantri Brodjonegoro, Prof. Dr. Karomani, M.Si., Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, S.H., M.H., Dr. K.H. As’ad Said Ali, Prof. Dr. Hj. Amany Lubis, M.A., Dr. M. lsnaeni Ramdhan, S.H., M.H., Drs. lchsan Loulembah, Moch Nurhasim, S.I.P., M.Si., Prof. Dr. Nandang A. Deliarnoor, S.H., M.Hum., Dr. H. Ma’ruf Cahyono, S.H., M.H., Dr. Alfitra Salamm, Wisnubroto Ors Psi., M.M., dan Dr. Prasetijono Widjojo M.J., M.A.
Bamsoet menegaskan dalam makalah para pakar dan akademisi tersebut, tidak ada satu kata pun yang mengusulkan perpanjangan periode atau masa jabatan presiden.
Menurut dia, MPR hanya fokus menghadirkan PPHN, bukan menyusun skenario memperpanjang masa jabatan presiden.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021