selain memenuhi kebutuhan buku teks guru dan siswa, juga dianjurkan membeli buku bacaan untuk mendukung kegiatan literasi
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno mengatakan sekolah dapat leluasa menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk membeli buku guna menambah koleksi perpustakaan sekolah.
“Kalau dulu pada 2011 hingga 2018, pembelian buku teks dibatasi lima hingga 16 persen dari dana BOS, dana belanja komponen pengembangan perpustakaan wajib memenuhi kebutuhan buku teks,” ujar dia dalam Rakornas Bidang Perpustakaan 2021 yang dipantau di Jakarta, Senin.
Pada 2019 hingga 2020, Kemendikbud mulai melakukan reformasi pengelolaan BOS yang lebih fleksibel, yang mana anggaran untuk pembelian buku teks dan buku bacaan maksimum 20 persen. Selain memenuhi kebutuhan buku teks, guru dan siswa dianjurkan untuk membeli buku bacaan guna mendukung kegiatan literasi.
Pada 2020 dan 2021, pembelian dan buku bacaan lebih fleksibel dan tidak ada ketentuan alokasi maksimum. Selain memenuhi kebutuhan buku teks maka guru dan siswa juga dianjurkan membeli buku bacaan guna mendukung kegiatan literasi.
“Tujuannya tetap sama, selain memenuhi kebutuhan buku teks guru dan siswa, juga dianjurkan membeli buku bacaan untuk mendukung kegiatan literasi,” kata Totok.
Baca juga: Insan perpustakaan diminta kuatkan peran dalam transfer pengetahuan
Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik 2019 merilis data yang menyebutkan hanya sekitar 13,02 persen penduduk usia lima tahun ke atas yang datang ke perpustakaan. Bahkan, dominasi bacaan yang dibaca mereka ketika mengunjungi perpustakaan adalah buku pelajaran (80,83 persen), selain kitab suci (73,65 persen).
Selain angka kunjungan ke perpustakaan yang rendah, kurangnya ragam bahan bacaan yang dibaca siswa juga berdampak pada rendahnya aktivitas literasi membaca secara nasional.
“Berkaca pada hasil PISA, siswa yang menghabiskan lebih banyak dalam seminggu untuk membaca sebagai hiburan di waktu luang, memiliki skor lebih tinggi dibanding dengan yang tidak atau kurang senang membaca,” katanya.
Di lingkup negara ASEAN, skor PISA Indonesia hanya lebih baik dari Filipina. Bahkan, Provinsi DKI Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta jauh lebih baik dari skala nasional. Hal ini mengindikasikan adanya kesenjangan mutu. PISA juga mengungkapkan tren dan permasalahan hasil belajar pendidikan dasar dan menengah selama 10 tahun terakhir cenderung stagnan. Indonesia masih sebagai salah satu negara dengan peringkat PISA terendah.
“Untuk itu, pemerintah melakukan reformasi pendidikan dan menelurkan kebijakan lainnya, seperti menambah koleksi perpustakaan sekolah melalui reformasi pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) menjadi lebih fleksibel,” kata Totok.
Baca juga: Perpusnas perkuat budaya literasi wujudkan masyarakat berkarakter
Baca juga: Perpusnas: Pustakawan berperan membentuk budaya literasi
Pewarta: Indriani
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021