Forum Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia (FPPTI) meminta perpustakaan di perguruan tinggi harus mampu bertransformasi di saat pandemi COVID-19 sehingga bisa diakses mahasiswa dengan mudah kapanpun dan dimanapun berada.
“Pandemi COVID-19 telah memaksa perpustakaan perguruan tinggi mengubah metode layanan yang sebelumnya luring menjadi daring. Perpustakaan harus dapat diakses mahasiswa kapan saja dan dimana saja,” ujar Ketua Umum FPPTI Mariyah, dalam Rakornas Bidang Perpustakaan yang diselenggarakan Perpusnas di Jakarta, Selasa.
Jumlah perpustakaan Indonesia menduduki peringkat kedua terbanyak di dunia, yakni 164.610 dan sebanyak 6.552 atau 3,98 persen merupakan perpustakaan perguruan tinggi (PT).
Mariyah menjelaskan pandemi COVID-19 sangat berpengaruh terhadap pengadaan bahan bacaan, layanan dan ekonomi Indonesia. Anggaran pengadaan bahan bacaan dikurangi karena dana dialokasikan untuk penyediaan sarana protokol kesehatan.
Dia menjelaskan standar bahan bacaan di perguruan tinggi harus memenuhi keragaman jenis koleksi, jumlah yang tersedia dan pengembangannya. Jenis koleksi tercetak dan digital, karya rekam untuk koleksi buku wajib mata kuliah, bacaan umum, referensi, terbitan berkala, muatan lokal, laporan penelitian, hingga jurnal.
Setidaknya untuk setiap mata kuliah terdapat tiga judul buku, dua judul buku pengayaan, dua jurnal ilmiah per program studi, minimal satu judul majalah ilmiah per program studi, koleksi audio visual dan e-resources disesuaikan dengan kebutuhan dan konten lokal (karya ilmiah sivitas akademika).
“Selain itu penambahan jumlah dan jenis bahan bacaan setiap tahunnya minimal tiga persen dari total koleksi yang ada,” ujar dia.
FPPTI berperan dalam menyiapkan bahan bacaan menuju Perguruan Tinggi (PT) Menulis yakni konsorsium e-resources FPPTI, MoU TAF, MoU dengan Perpustakaan Nasional RI, Sosialisasi e-Journal Kemenristek DIKTI, Materi Literasi: e-resources dan e-library Perpustakaan Nasional.
Program PT Menulis bertujuan pemeringkatan (World University Ranking). Beberapa PT di Indonesia, berupaya memiliki reputasi internasional dan masuk dalam jajaran universitas berkelas dunia.
“Perguruan Tinggi Menulis sebagai persyaratan naik pangkat atau jabatan (dosen/peneliti), sementara untuk untuk mahasiswa adalah persyaratan kelulusan (wisuda),” kata dia.
Oleh karena itu, fasilitas yang dibutuhkan untuk memberikan bahan bacaan yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka merupakan bagian dari sarana prasarana yang harus tersedia di perpustakaan. Namun hal tersebut juga harus didukung dengan budaya untuk selalu menulis dan kesempatan untuk menyalurkan tulisannya.
“Lahirnya budaya menulis di perguruan tinggi perlu dilakukan tidak hanya dalam jangka pendek, namun perlu dibuat untuk jangka panjang, sehingga budaya tersebut menjadi warisan yang akan terus dilahirkan oleh setiap generasi dan tulisannya bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia,” imbuh dia.
Pewarta: Indriani
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021