Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) menyatakan penolakannya terhadap impor garam sebanyak 3,07 juta ton dan mengajukan pembinaan mekanisasi dan teknologi agar mampu memproduksi garam sesuai kebutuhan.
“Apabila di sebagian wilayah memang kualitas produksi garam dianggap tidak memenuhi standar nasional Indonesia, mari lakukan pendampingan, mekanisasi dan pemanfaatan teknologi lebih lanjut kepada para petani kita,” kata Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Nelayan NU Witjaksono lewat keterangan resmi diterima di Jakarta, Rabu.
Ia menambahkan, jika permasalahannya ada pada harga yang lebih mahal daripada impor, maka pemerintah perlu turun langsung, berantas para mafia garam atau tengkulak nakal.
Baca juga: Impor datang petambak garam meradang
“Lakukan operasi pasar, subsidi bisa juga menjadi alternatif pilihan. Data yang kami himpun dari Badan Pusat Statistik, bahwa pada 2020 sebesar impor naik drastis setelah pertengahan tahun, tepatnya bulan Agustus,” ujar Witjaksono.
Dalam kurs rupiah terhadap dollar AS Rp14.000, maka harga pembelian garam dari luar negeri adalah berkisar di atas Rp1.000 per kilogram (kg), dari China sendiri mencapai Rp1.500 per kg nya, sedangkan hari ini harga di petani kita Rp100-300 perak per kg.
Untuk itu, Witjaksono menyampaikan bahwa SNNU menolak impor garam dan meminta agar pemerintah berpihak pada petani garam, melakukan pendampingan, intensifikasi produksi, pembukaan lahan garam baru hingga 100 ribu hektar, alih kelola teknologi dan mekanisasi serta meodernisasi pertanian garam dan memberantas mafia garam serta pencari rente impor garam.
Selain itu, SNNU juga inginkan pemerintah untuk segera menetapkan Standar Harga Garam Nasional minimal Rp700-Rp1.000 per kg.
Baca juga: GP Ansor minta pemerintah batalkan rencana impor beras-garam
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2021