• Beranda
  • Berita
  • Sindikat narkoba Malaysia-Madura edarkan sabu buatan "Golden Triangle"

Sindikat narkoba Malaysia-Madura edarkan sabu buatan "Golden Triangle"

25 Maret 2021 17:29 WIB
Sindikat narkoba Malaysia-Madura edarkan sabu buatan "Golden Triangle"
Badan Narkotika Nasional (BNN) menunjukkan paket sabu-sabu murni (crystal meth) diduga berasal dari Kawasan Segitiga Emas yang dibungkus dalam kemasan khusus sebagaimana ditunjukkan ke wartawan saat pengungkapan sindikat narkotika Malaysia-Madura di Jakarta, Kamis (25/3/2021). ANTARA/Genta Tenri Mawangi.
Sindikat narkotika yang beroperasi di Malaysia sampai Pulau Madura, Provinsi Jawa Timur, Indonesia, diduga mengedarkan sabu-sabu murni (crystal meth) yang diproduksi di Golden Triangle atau Kawasan Segitiga Emas.

Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Polisi Petrus Reinhard Golose saat jumpa pers di Jakarta, Kamis, menerangkan ada karakter unik yang menunjukkan paket sabu itu buatan pabrik di Golden Triangle, kebun opium dan pabrik sabu-sabu terbesar di Asia Tenggara.

“Kalau melihat packaging (kemasan, Red) seperti ini, bisa dilihat ini berasal dari Golden Triangle, atau (setidaknya) melewati Golden Triangle, kemudian masuk ke (wilayah) kita (Indonesia),” terang Kepala BNN Komisaris Jenderal Polisi Petrus Reinhard Golose saat menerangkan barang bukti pada pengungkapan Sindikat Narkotika Malaysia-Madura, Kamis.

Ia menjelaskan hasil pemeriksaan sementara laboratorium menunjukkan asal sabu-sabu dan narkotika lainnya seperti ganja dan ekstasi, yang dijaring dari sindikat Malaysia-Madura, kemungkinan tidak hanya dari Golden Triangle di Asia Tenggara, tetapi juga dari Golden Crescent di Asia Barat, Asia Tengah, dan Asia Selatan; atau China.

Baca juga: BNN sita 87 kg sabu dan 400 kg ganja jaringan Malaysia-Madura

Dalam kesempatan terpisah, Deputi Bidang Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Polisi Arman Depari menerangkan lebih lanjut karakter khas paket sabu-sabu murni yang diproduksi di Golden Triangle.

“Ada beberapa jenis memang. (Kami) biasa melihatnya dari packaging-nya, karena berbeda (tiap daerah). Biasanya (narkotika) dari Segitiga Emas (Golden Triangle), yaitu (daerah pegunungan dan terpencil) di Thailand, Laos, dan Myanmar, mereka punya packaging seperti bungkus teh,” terang Arman saat ditemui usai jumpa pers.

Sementara itu, paket narkotika dari Golden Crescent (Bulan Sabit Emas) tidak dikemas dengan bungkus khusus, tetapi hanya menggunakan plastik polos bening atau disimpan dalam tempat kedap angin model tupperware.

Produk-produk narkotika buatan China juga biasanya dikemas rapi seperti dari Golden Triangle, kata Arman menambahkan.

“Ini ada tiga macan, warna gold (emas), hijau tua, dan hijau muda,” ujar dia saat menerangkan warna kemasan paket sabu-sabu murni asal Segitiga Emas.

Golden Triangle atau Segitiga Emas merupakan penghasil opium dan sabu-sabu terbesar di Asia Tenggara yang digerakkan oleh sejumlah gembong narkotika bersama kelompok bersenjata di daerah-daerah pedalaman dan pegunungan di Myanmar, Thailand, dan Laos. Sementara itu, Golden Crescent atau Bulan Sabit Emas juga salah satu penghasil opium dan kawasan produksi narkotika, utamanya sabu-sabu di daerah pedalaman dan pegunungan Iran, Afghanistan, serta Pakistan.

Dalam operasi penangkapan terhadap Sindikat Narkotika Malaysia-Madura, yang berlangsung sejak Februari sampai Maret 2021, BNN menyita 400,18 kilogram (kg) ganja; 87,4 kg sabu-sabu; dan 35.915 butir ekstasi.

Petrus mengatakan sejauh ini total sabu-sabu yang telah disita BNN dalam waktu tiga bulan pertama 2021 hampir mencapai satu ton, tepatnya 917,9 kg.

Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) sekitar Februari 2021 menerbitkan laporan bahwa gembong-gembong narkotika di Segitiga Emas mampu memproduksi sendiri bahan mentah sabu-sabu (metamfetamin), yang kemudian dikenal dengan nama prekursor dan pre-prekursor.

Terkait laporan itu, BNN menyadari kemajuan teknologi para gembong narkoba di Segitiga Emas. Kemajuan itu turut mempengaruhi cara transaksi narkotika beberapa bulan terakhir, kata Petrus.

"Kalau dulu, orang harus kirim duit dulu (baru menerima barang, Red). Sekarang tidak, barang dijual, duit disetor (setelahnya). Jadi lebih advance mereka sehingga ini yang membuat tantangan kami bekerja lebih sulit," kata Petrus menerangkan.

Baca juga: Empat terdakwa 300 kg sabu-sabu di Kalsel divonis hukuman mati
Baca juga: Lapas Mojokerto gagalkan penyelundupan sabu-sabu dalam tahu goreng

 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2021