• Beranda
  • Berita
  • Kemampuan Bulog serap hasil panen petani dipertanyakan

Kemampuan Bulog serap hasil panen petani dipertanyakan

25 Maret 2021 19:18 WIB
Kemampuan Bulog serap hasil panen petani dipertanyakan
Petugas Perum Bulog cabang Indramayu memeriksa stok beras impor di Gudang Bulog Tegalgirang, Bangodua, Indramayu, Jawa Barat, Selasa (23/3/2021). ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/rwa/am.

... Namun, kenyataan di lapangan harga gabah anjlok, tentu layak dipertanyakan kemampuan Bulog dalam membeli atau menyerap gabah dari petani sesuai HPP

Kemampuan Bulog dalam menyerap gabah hasil panen petani dipertanyakan, padahal sebagai BUMN pangan lembaga itu diberi tugas utama untuk menyerap hasil panen.

Di sejumlah daerah, seperti Indramayu saat ini harga gabah cenderung turun berkisar antara Rp3.000 hingga Rp 3.500 per kilogram, jauh di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan oleh pemerintah.

“Bulog seharusnya mampu membeli sesuai HPP yang ditetapkan sehingga harga gabah tidak anjlok. Namun, kenyataan di lapangan harga gabah anjlok, tentu layak dipertanyakan kemampuan Bulog dalam membeli atau menyerap gabah dari petani sesuai HPP,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.

Bulog juga semestinya mampu membeli gabah petani untuk menjaga stabilitas harga serta mengamankan cadangan pangan nasional.

Selain tidak mampu membeli gabah dari petani sesuai harga, Bulog juga disebut tidak mampu menjual beras yang disimpannya selama ini.

Menurut Permendag Nomor 24 Tahun 2020, Bulog hanya bisa menyerap gabah dengan kadar air maksimal 25 persen dan seharga Rp 4.200 per kilogram.

Berdasarkan data Koordinator Nasional Koalisi Rakya untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), pertengahan Maret 2021 di Ngawi, Jawa Timur dan Demak, Jawa Tengah harga rata-rata GKP di bawah Rp 4.000 per kilogram.

Menurut Dedi, banyaknya penumpukan beras di gudang lebih disebabkan karena Bulog tidak bisa menjualnya.

“Prinsip dasarnya selain tidak mampu membeli, Bulog ternyata juga tidak mampu menjual berasnya. Akhirnya terjadi penumpukan beras di gudang hasil pembelian tahun 2018,” ungkap Dedi yang juga anggota Fraksi Golkar DPR RI.

Bahkan sekitar 100.000 ton lebih beras Bulog mengalami turun mutu atau bisa disebut busuk karena tidak memiliki gudang penyimpangan yang memadai.

Bulog selama ini hanya mampu menjual atau menyalurkan berasnya saat pemerintah memberikan penugasan terkait program Bantuan Sosial (Bansos) lewat beras.

“Problem pada dunia perberasan kita, yaitu harga gabah menjadi turun karena tidak terserap. Selain itu ketersediaan pangan bisa terancam karena cadangan beras di Bulog mengalami penurunan kualitas atau busuk,” kata Dedi.

Baca juga: Anggota DPR: Kebijakan impor beras jangan korbankan petani

Baca juga: Ombudsman sebut ada potensi maladministrasi keputusan impor beras

Baca juga: Legislator minta pemerintah tidak gegabah untuk impor beras

 

Pewarta: Royke Sinaga
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021