• Beranda
  • Berita
  • Edukasi kesehatan tingkat desa jadi PR perangi COVID-19

Edukasi kesehatan tingkat desa jadi PR perangi COVID-19

25 Maret 2021 20:18 WIB
Edukasi kesehatan tingkat desa jadi PR perangi COVID-19
Tangkapan layar Sekretaris UI sekaligus pakar kesehatan masyarakat, Agustin Kusumayati dalam webinar "Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Indonesia" yang digelar Wali Amanat UI kerja sama Kemenristek/Brin yang dipantau di Jakarta, Kamis (25/3/2021). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)

Pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia Agustin Kusumayati menilai bahwa edukasi kesehatan di tingkat desa atau kelurahan masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia dalam memerangi pandemi COVID-19.

"PR kita menghadapi COVID-19 ini bagaimana memperkuat masyarakat di kelompok yang terkecil yaitu desa atau kelurahan untuk mampu melakukan promosi kesehatan," ujar Agustin Kusumayati dalam webinar "Ketahanan dan Kemandirian Kesehatan Indonesia" yang digelar Wali Amanat UI kerja sama Kemenristek/Brin yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Ia mengemukakan promosi kesehatan itu yakni dengan melakukan edukasi perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat dengan menerapkan 5M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi).

Baca juga: Vaksin Merah Putih sebagai upaya awal kemampuan hadapi pandemi

Kemudian, pengawasan berbasis komunitas, pengenalan dan penemuan dini kasus COVID-19, melakukan tindakan segera dan penatalaksanaan kalau ada kasus dengan melakukan karantina atau isolasi mandiri.

Selain itu, memitigasi dampak sosio ekonomi, dan yang paling penting adanya pendampingan oleh seorang ahli kesehatan masyarakat.

"Itu semua hanya bisa dilakukan kalau masyarakat didampingi oleh seorang ahli kesehatan masyarakat. Karena yang kita lakukan ini adalah intervensi kesehatan masyarakat untuk menanggulangi public health emergency," kata Agustin.

Namun sayangnya, menurut Agustin, Puskesmas sebagai salah satu fasilitas kesehatan di lingkungan desa atau kelurahan belum optimal menjalankan fungsinya sebagai "primary health care".

Baca juga: Sudah 59.697 petugas pelayanan publik peroleh vaksin di Lampung

"Saya mengidentifikasi bersama-sama dengan ikatan ahli kesehatan masyarakat ada faktor kegagalan saat ini, karena Puskesmas cenderung kuratif, Puskesmas sibuk harus melayani 80 persen peserta JKN. Kemudian pelayanannya menjadi tidak berkualitas," ucapnya.

Di sisi lain, lanjut dia, SDM di Puskesmas juga minim dan sangat kekurangan tenaga kesehatannya.

"Kalau kita ingin memperkuat sistem kesehatan dengan 'primery health care' maka Puskesmas harus fokus pada promotif-preventif, jangan banyak-banyak melayani pasien, berikan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) ke swasta untuk melayani JKN, agar menjadi lebih baik," katanya.

Dalam kesempatan sama, Ketua Majelis Wali Amanat UI, Saleh Husin mengatakan Pandemi COVID-19 menjadi pengingat berharga bahwa negara-negara dengan investasi layanan, penelitian dan pengembangan serta industri kesehatan yang prima, mampu melindungi warga negaranya saat wabah melanda.

"Lebih jauh lagi, pada saat bersamaan, berlandaskan kekuatan teknologi dan industri, mereka bahkan mampu membantu negara lain," ujarnya.

Ia menyampaikan, kalau sebelumnya negara-negara maju di Amerika, Eropa serta Jepang adalah rujukan, kini ada Korea Selatan, China dan India yang juga dapat menjadi contoh bagaimana membangun ketahanan dan kemandirian dalam bidang kesehatan.

Baca juga: Menristek: Sinergi triple helix wujudkan ekonomi berbasis inovasi
Baca juga: Kasus terkonfirmasi COVID-19 bertambah 6.107 dan sembuh 4.656 orang

Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021