Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerapkan pola pikir moderat atau "wasathy" dalam menjalankan fungsinya sebagai penghubung antara organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan Islam dengan pemerintah.
“Intinya, pertama tentang cara berpikir MUI ini apa? Kriteria yang kita pakai, kita sudah sepakat menggunakan cara berpikir 'wasathy'; tidak terlalu lemah, tidak terlalu berlebihan, tetapi di tengah, 'wasathy',” kata Wapres saat membuka Rapat Pimpinan Dewan Pertimbangan MUI di Istana Wakil Presiden Jakarta, Senin.
Penerapan cara berpikir Islam moderat menjadi penting di negara majemuk seperti Indonesia, lanjut Wapres, supaya toleransi antarumat beragama tetap terjaga dan juga meminimalkan penyebaran paham radikalisme.
Baca juga: Wapres: Masjid jadi tempat pelestarian Islam "wasathiyah"
Sebagai intermediate structure, MUI harus dapat mengawal penyebaran ajaran Islam agar tetap pada jalur yang moderat, sehingga penyimpangan-penyimpangannya dapat segera diatasi.
“Kita melihat ada gejala-gejala sehingga berkembangnya radikalisme yang sering dialamatkan kepada umat. Maka kita harus menjaga betul bahwa setiap tindakan yang menyimpang daripada itu adalah hal-hal yang di luar dan itu tidak ada hubungannya dengan agama, dengan Islam,” tegasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Jimly Asshiddiqie meyakini pentingnya penerapan paham "wasathy" di Indonesia.
Baca juga: Wapres: Cara berpikir wasathy kembalikan era keemasan peradaban Islam
Jimly mengusulkan ada pembahasan lebih lanjut terkot peran MUI dalam menjaga keharmonisan antarumat beragama dalam rapat pimpinan ini.
“Tentunya dengan hubungan umat beragama lain. Karena sedang dibutuhkan persepsi umat Islam dengan umat lain. Apalagi baru ada bom ini, bagaimana hubungan dengan umat lain. Ini penting dibicarakan,” kata Jimly.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi itu menilai MUI harus berada di posisi netral dan menjadi jembatan antara Pemerintah, ormas Islam dan umat antaragama.
Baca juga: Ketua Umum sebut MUI tetap jadikan Islam moderat arus utama
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021