"Hanya cara penyalurannya yang berbeda," kata Didin, sebagai wakil delegasi Indonesia dalam pertemuan anggota Organisasi Zakat Menteri Agama Brunie-Indonesia-Malaysia-Singapura (MABIMS) di Solo, Kamis.
Menurut Didin, gagasan mengitegrasikan zakat dengan pajak dalam kesatuan hukum memerlukan beberapa tahap untuk kemudian disosialisasikan kepada masyarakat.
Didin mencontohkan, pemanfaatan hasil pajak sesuai peraturan-peraturan pemerintah, untuk membangun negara secara luas seperti membiayai penyelenggaraan negara, sedangkan zakat dapat diserahkan langsung kepada penerimannya lewat lembaga khusus yang disahkan negara.
"Kita mengusulkan supaya zakat itu mengurangi pajak langsung," katanya.
Upaya tersebut, menurutnya, sudah dilakukan di Malaysia seperti pajak pengambilan kredit. Jika orang Muslim wajib pajak Rp15 juta, setelah mereka memberikan zakat Rp10 juta, maka sisa pajak yang harus dibayarkan Rp5 juta.
"Jadi tidak ada yang dirugikan, keuangan punya tujuan sama membangun negara untuk kesejahteraan rakyat," katanya.
Bahkan, kata dia, zakat lebih transparan cara pengelolaannya sehingga dapat menekan tindak korupsi di negara ini.
Usulan amandemen UU No.38/1999, tentang Pengelolaan Zakat, agar memotong langsung kredit baru digodok di tingkat DPR RI.
Menurut dia, zakat sebagai kredit pajak akan berdampak positif berupa peningkatan penerimaan keduanya karena dengan sistem terintegrasi akan diketahui data-data kekayaan wajib pajak yang dapat dijadikan objek zakat.(*)
B018/Z003/AR09
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010