Yayasan Anak Oasis di Desa Jagaraga, Kediri, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memanfaatkan sampah plastik sebagai "ecobrik" untuk pengganti batu bata.Program ecobrik sudah berlangsung setahun, sebagian botol sudah disulap jadi taman bunga, kursi, dan meja. Sekarang, botol ecobrik sudah 1.000 lebih, rencananya akan kami jadikan sebagai pengganti batu-bata untuk dinding toilet
Pelopor ecobrik sekaligus pendiri Yayasan Anak Oasis, Inge Hect, Rabu, di Mataram mengatakan program ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar peduli terhadap pengelolaan sampah dan lingkungan sekitarnya.
"Program ecobrik sudah berlangsung sekitar satu tahun, sebagian botol sudah disulap menjadi taman bunga, kursi, dan meja. Sekarang, botol ecobrik sudah mencapai 1.000 lebih, rencananya botol yang terkumpul akan kami jadikan sebagai pengganti batu-bata untuk dinding toilet," katanya.
Botol ecobrik, kata dia, cukup kuat dan tahan lama sehingga bisa dijadikan sebagai pondasi untuk membuat toilet.
Secara teknis, kata Inge Hect,sampah plastik yang sudah dicuci dan dipotong kecil nantinya diisi secara padat ke dalam botol mineral 600 milimeter dengan berat minimal 200 gram.
Kegiatan ecobrik disebut juga sebagai program penukaran botol, metodenya mirip dengan bank sampah. Perbedaannya, bank sampah terbuka untuk umum sedangkan penukaran botol di sini hanya untuk anggota Yayasan Anak Oasis.
Setiap anggotanya bisa menukarkan botol ecobrik dengan berbagai jenis hadiah yang sudah disiapkan,seperti beras, minyak goreng, pakaian, parfum, dan sabun mandi.
"Jenis hadiah disesuaikan dengan jumlah botol yang ditukarkan," katanya.
Adapun tujuan lain dari ecobrik untuk memancing kesadaran dari ratusan anak Yayasan Oasis agar meninggalkan kebiasaan membuang sampah sembarangan yang selama ini masih diterapkan
.
Selain itu, guna membantu perekonomian keluarga mereka dengan sistem penukaran botol di tengah berlangsungnya pandemi COVID-19.
Gujel, staf pembimbing di Yayasan Anak Oasis menjelaskan bahwa program ecobrik sangat membantu perekonomiannya.
Botol ecobrik yang sudah dibuat, kemudian ia tukar dengan beras dan minyak goreng. "Tujuh botol ecobrik bisa ditukar dengan lima kilogram beras," katanya menambahkan.
Penukaran botol dilaksanakan setiap satu pekan sekali, harinya tidak menentu. Setiap anggota hanya diperbolehkan membawa sembilan botol ecobrik. Itu dibatasi, agar anak lain kebagian untuk menukarkan botolnya.
"Stok hadiah terbatas, jadi harus sama rata," kata Gujel.
Menurut peserta didik di Yayasan Anak Oasis, Esti (17) dahulu sampah plastik yang ada di rumah dibuang ke sungai atau dibakar, sekarang dikumpulkan dan dimanfaatkan menjadi ecobrik.
"Ibu saya senang dengan program penukaran botol, bahkan ibu juga mencari sampah plastik ke tetangga," katanya.
"Saya baru tahu, kalau botol ecobrik bisa dimanfaatkan sebagai pengganti batu-bata dan saya antusias untuk berpatisipasi dalam pembuatan dinding toilet," demikian Esti.
Baca juga: Survei temukan mayoritas warga paham dampak plastik ke lingkungan
Baca juga: Pelet sampah mampu bangkitkan PLTU Jeranjang di Lombok Barat
Baca juga: Georgie Manuhuwa, si pemburu sampah plastik di Ambon
Baca juga: Cegah cemari lautan, Mountrash kumpulkan 8 juta sampah botol plastik
Pewarta: Riza Fahriza dan Wayan Dewi
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021