"Saya mempersoalkan tentang adanya biaya tidak resmi yang selama ini secara terus menerus terjadi dan dialami pekerja migran kita, yaitu overcharging kurang lebih Rp33 juta. Ini adalah praktik yang sangat memberatkan pekerja migran kita, tapi secara fakta ini juga terjadi di lapangan," kata Kepala BP2MI Benny dalam konferensi pers virtual dipantau dari Jakarta, Kamis.
Menurut Benny, praktik itu telah dia ungkapkan juga dalam rapat bilateral dengan Taiwan yang dilakukan pada Kamis (8/4) ini.
Dalam dokumen dengan judul surat pernyataan biaya penempatan PMI ke Taiwan yang diterima oleh BP2MI memperlihatkan terdapat komponen biaya tambahan. Menurut Benny, dokumen sejenis sudah lama digunakan oleh calon pekerja Indonesia yang ingin berangkat ke Taiwan.
Dalam dokumen itu tertulis salah satunya adanya biaya jasa agensi sebesar 60.000 Dolar Taiwan atau sekitar Rp30 juta.
"Ini sudah berlangsung lama dan menjadi beban calon pekerja migran Indonesia," kata Benny.
Benny mengatakan telah bertanya kepada pihak Taiwan terkait komponen tersebut yang langsung dibantah oleh Taiwan, menyebutnya sebagai dokumen yang tidak diakui oleh wilayah kepulauan itu.
Dalam dokumen itu, kata Benny, telah terjadi penambahan item atau hal-hal lain yang merupakan hasil modifikasi dan formulir tersebut bukan dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pihak Taiwan.
"Menariknya adalah dokumen ini menjadi resmi dan berlaku selama ini dan bahkan menjadi syarat bagi calon PMI yang akan berangkat ke Taiwan. Dokumen ini bahkan menjadi syarat pengurusan visa," kata Benny.
Dalam kesempatan tersebut Benny menegaskan akan mengusut secara internal bagaimana proses dokumen tersebut dapat keluar dan terjadi modifikasi tersebut.
"Saya katakan tadi dengan tegas saya tidak akan segan-segan menyeret siapa pun yang terlibat dalam penyalahgunaan dokumen tersebut," ujarnya, memastikan akan melaporkan praktik tersebut kepada Kepolisian RI.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021