Menurut dia, saat membuka sekaligus memberikan pengarahan dalam Forum Kehumasan DEN dengan tema "Menuju Bauran Energi Nasional Tahun 2025", melihat dinamika keenergian yang terjadi, pemerintah telah menyusun rancangan Grand Strategi Energi Nasional yang mengakselerasi antara lain peningkatan kapasitas produksi dan penyerapan EBT.
Dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, Forum Kehumasan DEN ini dihadiri Anggota DEN dari unsur pemerintah yaitu Menteri Riset dan Teknologi (Ristek)/Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Menteri Pertanian, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan, Anggota DEN dari unsur pemangku kepentingan (APK), Wakil Tetap Anggota DEN dari pemerintah, Sekretaris Jenderal DEN, dan humas pemerintah dari kementerian Anggota DEN, serta instansi lain terkait.
Arifin menjelaskan target bauran EBT pada 2025 adalah sebesar 23 persen, gas bumi 22 persen, minyak bumi 25 persen, dan batubara 30 persen.
Baca juga: Riset: Indonesia perlu 92 gigawatt capai 100 persen energi terbarukan
Sementara, pada 2020, bauran EBT tercapai 11,2 persen, gas bumi 19,16 persen, minyak bumi 31,6 persen, dan batubara 38,04 persen.
Menteri Ristek/Kepala BRIN Bambang PS Brodjonegoro mengatakan salah satu gagasan kementeriannya adalah mendorong ekonomi sirkular dengan dukungan riset dan inovasi untuk mempercepat target bauran energi nasional.
Dalam kesempatan itu, APK DEN juga memberikan pandangan terkait kebijakan masing-masing sektor kementerian/lembaga Anggota DEN dan gagasan untuk mendukung percepatan pencapaian target bauran EBT serta menyampaikan program kerja Anggota DEN pada 2021 dalam mendukung upaya perumusan kebijakan dan kegiatan DEN pada 2021.
Anggota dari unsur pemangku kepentingan (APK) DEN Satya Widya Yudha mengatakan harga keekonomian EBT masih jadi kendala, karena belum memasukkan biaya kerusakan lingkungan (externality cost) energi fosil, sehingga EBT masih jauh tertinggal, walaupun untuk PLTS, sekarang sudah lebih kompetitif.
Untuk itu, Satya mengusulkan carbon pricing untuk dibahas regulasinya yang nantinya akan membuat harga EBT lebih kompetitif.
Baca juga: Jurus pemerintah tambah 29 gigawatt EBT untuk target bauran 23 persen
Dengan carbon pricing, lanjutnya, maka energi fosil bisa berbenah dengan menekan emisi karbonnya melalui upgrading batubara, batubara ke gas, DME (dimetil eter), batubara cair, atau zero flaring pada operasi migasnya.
"Untuk pengembangan PLTN, Indonesia melalui DEN bisa menjadi pioner dalam kebijakan energi regional di tingkat ASEAN agar kita tidak tertinggal dari tetangga sebelah yang kemungkinan akan mengembangkan PLTN dan menimbulkan potensi adanya kelebihan kapasitas listrik yang akan dijual di negara tetangga termasuk Indonesia. Untuk itu, perlu adanya strategi energi regional yang lebih baik ke depannya," katanya.
Satya pun mengungkapkan Renstra dan Renja DEN yang sudah disepakati Anggota DEN dari pemerintah dan APK diharapkan dapat memberi warna DEN ke depannya.
APK DEN Daryatmo Mardiyanto menekankan pentingnya paradigma energi sebagai modal pembangunan, selain juga mendorong pemerintah daerah segera menyelesaikan RUED provinsi sehingga menjadi kebanggan bersama dalam mengelola energi daerah.
Sementara, APK DEN As Natio Lasman menambahkan upaya percepatan EBT diprioritaskan salah satunya melalui PLTS dengan inisiasi di Nusa Tenggara Timur sebagai lumbung energi surya, lalu dukungan perpajakan, subsidi, pembiayaan, juga pengembangan biomassa, peningkatan produktivitas sawit, serta pungutan dan retribusi air.
Kehadiran DEN yang merupakan amanah UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi, di tengah kondisi keenergian Indonesia yang semakin dinamis, diharapkan membawa perubahan signifikan terhadap pengelolaan energi untuk mencapai ketahanan dan kemandirian energi dalam rangka menunjang pembangunan nasional.
Baca juga: PLTS atap dinilai solusi penuhi target bauran EBT 23 persen
Baca juga: Anggota DPR: Genjot pemanfaatan listrik dari tenaga surya
Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2021